REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom Senior Didik J Rachbini mengatakan, hambatan terbesar dalam bermoderasi agama adalah kesenjangan sosial ekonomi.
"Tugas penting bagi Muhammadiyah dapat dilihat dalam satu hadis, janganlah harta bergulir hanya pada disegelintir orang kaya,"ujar dia dalam seminar nasional Musyawarah Tarjih Muhammadiyah ke 31, Ahad (13/12).
Potret kesenjangan ini dapat dilihat pada data BPS. Sayangnya, data tersebut hanya berdasarkan pengeluaran individu bukan pendapatan mereka. Sehingga tidak dapat menggambarkan secara nyata kesenjangan yang terjadi di Indonesia.
"Kepemilikan dana perbankan. Dana di perbankan Rp 5,7 ribu triliun dari 209 juta rekening, tentu satu orang bisa memiliki banyak rekening,"ujar dia.
Sebanyak 0,1 persen pemilik rekening menguasai hampir separuh total dana tabungan di perbankan. Sedangkan 98 persen lainnya hanya kuasai 15,6 persen dana tabungan. Sehingga tak heran Indonesia menjadi negara paling senjang dan menjadi lahan subur melakukan radikalisasi.
Di saat Muhammadiyah berjuang untuk moderasi keberagamaan, kepemilikan aset tersebut menjadi sumber kesenjangan untuk menghancurkan moderasi. Tentu Didik tetap bersyukur masih ada bantuan pemerintah seperti BPJS dan BLT.
Namun ada satu hal yang penting diperhatikan tentang kesenjangan kepemilikian tanah. Beberapa tahun kedepan hanya beberapa pihak yang dapat memiliki tanah.
Dia mendorong agar Muhammadiyah dapat melakukan imbauan kepada pemerintah untuk menerapkan pajak warisan atau progresif bagi pemilik tanah yang besar.
Tak hanya itu, Muhammadiyah juga perlu melakukan strategi diantaranya dengan landasan surat Al Maun, rumah yatim, amal untum fakir miskin, perbanyak wirausahawan dan pembiayaan untuk orang-orang tidak mampu.