Thakar dan Ahamad tidak menentang pengawasan terhadap masjid dan imam yang dicurigai terlibat dalam ekstremisme. Mereka mengatakan, mereka berkepentingan melakukan sesuatu melawan fanatik radikal yang tidak ada hubungannya dengan visi mereka tentang Islam.
"Kami juga perlu melindungi keluarga sendiri dari mereka," kata Ahmad.
Seorang pengacara yang juga merupakan anggota komunitas Ahmadiyah dan penulis buku Etre Musulman en France (Menjadi Muslim di Prancis), Asif Arif, mengatakan langkah-langkah baru Prancis itu meleset dari target. Menurutnya, teroris tidak lagi diradikalisasi di masjid.
"Itu semua terjadi secara daring dan saat mereka berhubungan dengan jaringan internasional," kata Arif.
Arif mengatakan tindakan itu hanya akan semakin menstigmatisasi Muslim di Prancis. Ia menyebut pemerintah punya standar ganda.
Di sisi lain, pemerintah melarang Collective Against Islamophobia, yang melawan diskriminasi terhadap Muslim. Namun menurutnya, pemerintah tidak membubarkan kelompok sayap kanan Generation Identitaire, yang jelas-jelas melakukan tindakan ilegal, seperti melakukan kontrol polisi di antara para migran di perbatasan ke Italia selama dua tahun lalu.
"Terlebih lagi, kita sudah memiliki undang-undang yang cukup untuk memerangi terorisme dan salah satu undang-undang antiteror paling ketat di dunia. Ketimbang membuat undang-undang baru yang semakin membatasi kebebasan kita, pemerintah mestinya menerapkan yang sudah ada," ujarnya.
Arif berharap situasinya akan membaik. Ia mengatakan, pemerintah pada akhirnya seharusnya melibatkan umat Islam ketimbang hanya menyatakan mereka sebagai kambing hitam. Ia juga menyerukan ketenangan selama tiga bulan setelah munculnya serangan teror.