Rabu 02 Dec 2020 18:03 WIB

Muslim Prancis Merasa Tertekan Terima Piagam Nilai Republik

Muslim Prancis merasa harus membuktikan diri sebagai orang Prancis.

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Ani Nursalikah
Muslim Prancis Merasa Tertekan Terima Piagam Nilai Republik. Wanita mengenakan baju renang Muslim yang tertutup penuh atau burkini di Pantai Marseilles, Prancis.
Foto:

Mestaoui adalah salah satu yang memilih Macron menjadi presiden pada 2017. Sejak itu, dia melihat pergeseran besar ke kanan dalam masalah seperti imigrasi dan keamanan. Ia mengaku pro-Macron dan merasa ia menjadi harapan di komunitasnya, namun mereka justu merasa seperti telah ditinggalkan.

Imam masjid Drancy di pinggiran Paris, Hassen Chalghoumi, mengatakan setelah bertahun-tahun adanya serangan teroris, pemerintah terpaksa bertindak. Chalghoumi kini bersembunyi, menyusul meningkatnya ancaman pembunuhan atas pandangan reformisnya.

"Kami harus bekerja ekstra, untuk menunjukkan kami terintegrasi dengan baik, bahwa kami menghormati hukum. Ini harga yang harus kami bayar karena para ekstremis," ujarnya.

Di luar Masjid Agung Paris, Charki Dennai tiba untuk sholat. Sajadah yang digulung dan Alquran diselipkan di bawah lengannya. Ia lantas mengungkapkan pandangannya soal pelaku ekstremis.

"Orang-orang muda ekstremis ini adalah bom waktu. Saya pikir para imam agak terlalu baik kepada mereka. Kami bisa menghormati hukum Prancis dan juga Islam, itu mungkin. Itu yang saya lakukan," katanya.

photo
Umat Muslim Pakistan menggelar aksi protes mengecam sikap Presiden Prancis Emmanuel Macron terkait karikatur yang menghujat Nabi Muhammad SAW serta menyerukan aksi boikot produk Prancis di Karachi, Selasa (27/10). - ( EPA-EFE/Shahzaib Akber)

 

Piagam tersebut adalah salah satu bagian dari strategi pemerintah yang lebih luas untuk mengekang pengaruh asing, mencegah kekerasan dan ancaman dari ekstremis, dan memperbaiki kembali kaum muda yang merasa dilupakan oleh negara.

Macron telah mengusulkan lebih banyak pengajaran bahasa Arab di sekolah-sekolah negeri dan lebih banyak investasi di daerah-daerah kumuh. Ia juga telah menekankan dia menargetkan kelompok Muslim yang menolak hukum dan nilai-nilai Prancis, bukan Muslim secara keseluruhan.

Hakim El-Karoui, spesialis gerakan Islamis Prancis di Institut Montaigne yang kerap berkontribusi dalam pemikiran pemerintah, memberikan pandangannya soal gagasan pemerintah tersebut. "Saya benar-benar penggemar dari strategi ini. Ini komprehensif, ini budaya, dan juga tentang organisasi dan pendanaan," katanya.

Namun, ia mengatakan Muslim sendiri harus dilibatkan oleh pemerintah dalam proyek-proyek seperti itu. Sebab, mereka dapat melakukan banyak hal dalam menyebarkan versi pencerahan Islam di jejaring sosial, yang tidak dapat dilakukan pemerintah.

Senada dengan El-Karoui, Olivier Roy juga berpandangan tanpa dukungan dari Muslim di akar rumput, piagam baru itu akan sulit untuk diterapkan. "Anggaplah komunitas Muslim lokal memutuskan mengabaikan CFCM dan menunjuk imamnya sendiri. Apa yang akan dilakukan pemerintah? Apakah kami mengubah konstitusi dan melepaskan konsep kebebasan beragama atau pemerintah tidak dapat memaksakan imam bersertifikat pada komunitas Muslim lokal," kata Roy.

 

https://www.bbc.com/news/world-europe-55132098

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement