Rabu 02 Dec 2020 18:03 WIB

Muslim Prancis Merasa Tertekan Terima Piagam Nilai Republik

Muslim Prancis merasa harus membuktikan diri sebagai orang Prancis.

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Ani Nursalikah
Muslim Prancis Merasa Tertekan Terima Piagam Nilai Republik. Wanita mengenakan baju renang Muslim yang tertutup penuh atau burkini di Pantai Marseilles, Prancis.
Foto:

Prancis diperkirakan memiliki lima juta penduduk Muslim, yang merupakan minoritas Muslim terbesar di Eropa. Seorang pakar Islam Prancis, Olivier Roy, mengatakan Piagam tersebut menimbulkan dua masalah.

Salah satunya adalah diskriminasi karena hanya menargetkan penceramah Muslim dan yang lainnya adalah hak kebebasan beragama. "Anda wajib menerima hukum negara. Tetapi Anda tidak diharuskan untuk menyelenggarakan nilai-nilainya. Anda tidak boleh mendiskriminasi LGBT, misalnya, tetapi Gereja Katolik tidak diwajibkan menerima pernikahan sesama jenis," kata Roy.

Terdapat pertanyaan tentang seberapa besar pengaruh imam di kalangan Muslim yang lebih muda, terutama dalam hal kekerasan ekstremis. Roy menyebut hal itu tidak akan berhasil, karena teroris tidak datang dari masjid salafi.

Menurutnya, dilihat dari biografi teroris, tidak sat upun dari mereka adalah produk dakwah salafi. Ia mengatakan, salafisme adalah gerakan garis keras ultrakonservatif yang diidentikkan dengan Islam politik.

photo
Infografis Langkah Macron Hempaskan Separatisme Islam - (Republika.co.id)

 

Penerimaan pada piagam nilai-nilai Prancis itu juga mendapat tanggapan dari seorang perancang busana, Iman Mestaoui. Ia kerap menerima pelecehan dari orang-orang yang disebutnya 'pembenci' kelompok Islam garis keras yang mengatakan merek syal dan turbannya tidak selalu cukup menutupi rambut.

Namun, ia sendiri menilai gagasan agar para imam menerima 'nilai-nilai Prancis' adalah sebuah masalah, ketika Muslim sudah dilihat oleh banyak orang sebagai tidak sepenuhnya Prancis. Hal itu menurutnya menempatkan Muslim di tempat yang aneh di mana Muslim harus menunjukkan kepada orang-orang bahwa mereka menganut nilai-nilai republik.

Padahal, mereka merasa sebagai orang Prancis, tetapi orang-orang justru tidak merasakan keberadaan Muslim itu. "Kami merasa tidak ada yang kami lakukan, membayar pajak, melakukan layanan nasional, itu akan cukup. Anda harus membuktikan Anda benar-benar orang Prancis: Anda harus makan daging babi, minum anggur, tidak mengenakan jilbab, mengenakan rok mini. Dan itu konyol," kata Mestaoui.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement