Selasa 01 Dec 2020 19:33 WIB

Dilema Pernikahan Dini di Kalangan Umat Islam Filipina

Undang-Undang Filipinan beri batasan minimal pernikahan

Rep: Fuji E Permana/ Red: Nashih Nashrullah
Undang-Undang Filipina beri batasan minimal pernikahan Ilustrasi Pernikahan Dini
Foto:

Menurut Girls Not Brides, kemitraan organisasi masyarakat sipil yang berkomitmen untuk mengakhiri pernikahan yang melibatkan anak-anak, 15 persen gadis Filipina menikah sebelum ulang tahun ke-18, dan 2 persen menikah sebelum usia 15 tahun.

Anak laki-laki di Filipina cenderung lebih sedikit menikahi anak, pada 2017 ada 32 ribu pengantin perempuan berusia antara 15 dan 19 tahun, empat kali lipat jumlah pengantin pria, menurut angka resmi. Bagian dari masalahnya, kata Girls Not Brides adalah perdagangan perempuan dan anak perempuan dari daerah pedesaan ke kota-kota, serta kawin paksa.

Masalah lain yang diidentifikasi kelompok itu adalah agama. Sebagian besar pernikahan anak yang terdaftar di Filipina terjadi di BARMM yang berada di Mindanao, pulau terbesar kedua di negara itu, di mana wanita dapat menikah pada usia sangat muda berdasarkan Kode Hukum Pribadi Muslim 1977.

Undang-undang itu, yang disahkan melalui keputusan dari presiden saat itu Ferdinand Marcos, menetapkan usia menikah bagi Muslim pada 15 tahun, tetapi dengan pengecualian, anak perempuan dapat menikah usia 13 tahun, asalkan mereka sedang menstruasi, dan ada seorang wali, petisi untuk pernikahan.

Bulan lalu, Senat Bill 1373, yang mengkriminalisasi pernikahan antara orang dewasa dan anak di bawah umur didefinisikan sebagai seseorang yang berusia di bawah 18 tahun, disetujui dengan suara bulat oleh Senat. Tindakan serupa, RUU 1486, mendapat dukungan partisan dan menunggu persetujuan dari DPR yang diharapkan datang tahun depan.

photo
Ilustrasi Pernikahan Dini - (Pixabay)

RUU Senat, yang menyebut pernikahan anak sebagai tindakan pelecehan anak karena merendahkan nilai intrinsik dan martabat anak-anak. RUU itu bertujuan untuk menghukum kerabat, wali dan mereka yang memfasilitasi pernikahan seperti itu dengan denda tidak kurang dari 50 ribu peso atau 1.037 dolar Amerika Serikat dan hukuman antara enam dan 12 tahun penjara, serta hilangnya otoritas orang tua atas korban.

Sponsor utamanya, Senator Risa Hontiveros dari partai oposisi Akbayan, mengatakan kepada media lokal setelah pemungutan suara bahwa masalah pernikahan dini dan paksa adalah kenyataan tragis bagi sejumlah gadis muda yang dipaksa keadaan ekonomi dan ekspektasi budaya untuk mengesampingkan impian mereka sendiri. Mereka dipaksa memulai keluarga yang mereka belum siap dengan itu dan membesarkan anak-anak, bahkan masa kecil mereka sendiri belum berakhir.

Namun, meski undang-undang tersebut disahkan, kenyataan di lapangan akan membuat penerapannya sulit, menurut aktivis hak-hak Muslim di Filipina yang berusaha untuk menghentikan praktik pernikahan anak tersebut.

Seorang anggota senior Konferensi Ulama Nasional Filipina, yang berbicara tanpa menyebut nama, mengatakan dia tidak berpikir undang-undang pernikahan anak yang diusulkan itu otomatis bagi Muslim, mengingat adanya Kode Hukum Pribadi Muslim yang bersamaan.

Dia mengungkapkan bahwa ada diskusi yang sedang berlangsung antara para ulama tentang konflik antara KUHP dan undang-undang kongres yang akan datang yang melarang pernikahan anak.

 

“Kami mencoba untuk mendamaikan dua pandangan, kode mengatakan 15 tahun adalah usia menikah, sedangkan undang-undang Kongres yang diusulkan mengatakan 18 tahun,” katanya, menjelaskan bahwa beberapa ulama menyebutkan usia pernikahan untuk perempuan dari waktu dia mulai menstruasi, tapi dalam Alquran sendiri tidak ada ketentuan tentang itu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement