REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA – Kehidupan manusia mengalami perkembangan luar biasa seiring kemajuan teknologi. Namun, ada fakta yang banyak terabaikan yaitu kemajuan teknologi tidak cuma memangkas jarak dan waktu, tapi sering memangkas sisi-sisi humanis kehidupan.
Ketua Umum PP Muhammadiyah, Prof Haedar Nashir, mengatakan, kita semua tidak pernah membayangkan hidup pada era 4.0 melibatkan teknologi ke banyak sisi hidup. Bahkan, perubahan terjadi begitu cepat, meninggalkan mereka yang tidak mampu beradaptasi.
Bahkan, banyak negara-negara yang sudah mulai memasuki rekayasa 5.0 dan 6.0, yang digadang memasukan kembali aspek-aspek humanis. Sebab, mulai banyak yang menyadari 4.0 memiliki kekuatan yang terlalu cenderung ke mesin, cenderung ke instrumental.
"Tapi, kita tidak tahu di 5.0 dan 6.0 aspek human apakah hanya merupakan artificial atau sesuatu yang integratif dengan rekayasa dan perubahan kemajuan teknologi itu," kata Haedar saat memberikan pidato iftitah dalam Munas Tarjih Muhammadiyah, Ahad (29/11).
Dia melihat, pada 4.0 manusia mempertaruhkan artificial intelligence dan rekayasa genetik. Karenanya, akan muncul apa yang disebut revolusi ilmu pengetahuan luar biasa, bahkan manusia bisa merekayasa hal-hal yang dulunya bersifat metafisik.
Kini, semua itu jadi urusan bersifat teknis dan pragmatis, termasuk hidup dan mati. Walaupun dalam perspektif agama ada dimensi metafisik, dengan revolusi teknologi manusia bisa merekayasa konsep kehidupan dan kematian untuk memperpanjang usia.
Haedar mengingatkan, itu akan membawa dampak kepada proses sekularisasi luar biasa, seperti persoalan hidup dan mati yang hanya teknis dan teknologis. Karenanya, bagi agama yang merupakan pedoman hidup manusia, itu semua menjadi tantangan luar biasa.
"Tantangannya, apakah Islam bisa hadir menjawab tantangan zaman dengan interpretasi dan reinterpretasi, yang di satu sisi harus kokoh ke prinsip prinsip Islam, tapi di sisi lain mampu menjawab tantangan zaman," ujar Haedar.
Pada kesempatan itu, pandangan serupa disampaikan Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa. Dia berpendapat, pada era digitalisasi saat ini manusia sendiri sudah harus mulai memikirkan penguatan sisi-sisi humanis dalam kehidupan.
Pembahasan itu dirasa penting agar jangan sampai apa-apa yang dilakukan manusia dikendalikan mesin, seperti dalam bidang pendidikan. Menurut Khofifah, harus tetap ada sisi-sisi humanis yang kuat karena ahlak, karakter dan kearifan ada di sana. "Format seperti ini mungkin bisa jadi titik pembahasan, jangan kita digerakkan oleh robot, tapi robot digerakkan oleh kita," kata Khofifah.