Dia menambahkan, wanita Muslim memandang mahar sebagai hak penting ketika memasuki pernikahan karena memberikan wanita sesuatu yang hanya miliknya. "Menyerahkan hak ini adalah keputusannya, itu tidak boleh didikte oleh keluarga atau masyarakat," katanya.
Wanita Muslim sering mencari nasihat agama dalam masalah pernikahan dan perceraian. Jika disahkan, Hasani mengatakan RUU Tesfaye dapat membuat beberapa pemimpin agama dituntut, bahkan mereka yang hanya memberikan nasihat.
"Ini adalah cara pemerintah mengurangi hak-hak komunitas Muslim. Ini adalah cara yang memungkinkan pemerintah dan negara untuk mengawasi komunitas Muslim," katanya.
Sementara El Abbasi, yang menjadi penasihat pemerintah, mengatakan umat Islam harus mengakui masalah yang terkait dengan utang terkait pernikahan dan kawin paksa, mereka menurutnya harus menyelesaikan masalah dalam konteks yang benar. Dalam kasus mahar, dia mengatakan Muslim tidak dapat membuat hukum untuk mengatur hal-hal itu.
"Tidak ada laki-laki, baik dari masyarakat Denmark atau masyarakat tempat mereka berasal, memutuskan untuk mereka (perempuan) apa yang harus dilakukan," kata El Abbasi.
Akan tetapi, wanita Muslim di mata publik seperti Temiz mengambil garis yang lebih keras tentang retorika Tesfaye. Ia berpandangan ada banyak gadis dan wanita Muslim di Denmark yang merasa muak dengan pembicaraan tersebut dari para menteri.
"Saya hanya berharap RUU ini tidak akan memberikan dampak yang lebih buruk bagi Muslim," ujarnya.