REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pimpinan Pusat Muhammadiyah memberikan dukungan kepada pemerintah untuk melakukan berbagai upaya pengendalian tembakau dan melarang rokok elektronik. Dukungan diberikan melalui surat rekomendasi yang ditandatangani Ketua Umum Prof Haedar Nashir dan Sekretaris Umum Prof Abdul Mu'ti.
Menurut siaran pers dari Muhammadiyah Tobacco Control Network yang diterima di Jakarta, Rabu, rekomendasi tersebut sebagai bentuk dukungan untuk terhadap slogan "Menjadikan Sumber Daya Manusia yang Unggul untuk Mewujudkan Indonesia Maju". Muhammadiyah menyatakan mendukung penetapan tarif cukai rokok paling sedikit 25 persen pada 2021 dan segera menyelesaikan perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.
Muhamadiyah juga mendukung perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012, terutama pada penambahan besaran ukuran peringatan kesehatan bergambar pada kemasan rokok menjadi 85 persen. Selain itu, Muhammadiyah juga mendukung pelarangan peredaran dan penjualan rokok elektronik secara bebas di Indonesia.
Di samping itu, Muhammadiyah turut merekomendasikan agar pemerintah pusat menginstruksikan pemerintah daerah untuk segera melakukan penyesuaian program di daerah terkait pencegahan dan pengendalian penularan Covid-19 yang terintegrasi dengan pengendalian konsumsi tembakau. Hal itu sekaligus sebagai upaya promotif-preventif untuk menekan angka perokok pemula di Indonesia.
Riset Kesehatan Dasar 2018 menyatakan prevalensi perokok pemula di Indonesia mencapai 9,1 persen. Padahal, sasaran dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2019 sebesar 5,4 persen.
Rekomendasi Muhammadiyah tersebut berdasarkan sejumlah data dan fakta, antara lain laporan Badan Pusat Statistik (BPS) 2020 menunjukkan pembelanjaan rokok di masyarakat menempati urutan kedua, lebih besar daripada bahan makanan lain yang memiliki nilai gizi.