Selasa 24 Nov 2020 09:43 WIB
Anali

Jenderal Sudirman: Sejarah Kesatuan Militer dan Umat Islam

Jenderal Sudirman adalah bukti sejarah kesatuan Islam dan militer Indonesia.

Presiden Soekarno memeluk haru Jendral Sudirman ketika pulang dari gerilya menjelang pengakuan kedualatan Ri oleh Belanda pada akhir tahun 1949.  Sudirman yang mantan guru sekolah Muhammadiyah menjadi jejak bahwa Islam dan Militer Indonesia sejak awal bersatu dan tak bisa dipisahkan dengan isu apa pun.
Foto:

Pasca kemerdekaan mulai bermunculan laskar-laskar bersenjata dari rakyat. Alumni PETA sendiri banyak yang akhir kemudian melebur dalam ketentaraan RI.

Namun ada semacam kesenjangan antara tentara berlatar belakang PETA dengan tentara berlatar belakang pendidikan kemiliteran Tentara Kerajaan Hindia Belanda, yaitu KNIL (Koninklijk Nederlandsch-Indische Leger). 

Hal ini belum lagi diperparah dengan beragamnya latar belakang laskar bersenjata yang bergabung dengan Tentara Republik Indonesia (selanjutnya TNI) yang terafiliasi dengan berbagai aliran politik di Indonesia.

Di sinilah Jenderal Sudirman menampakkan karismanya sebagai seorang pemimpin militer. Sosok Sudirman lebih didengarkan oleh para tentara berlatar belakang PETA ketimbang perwira seperti Abdul Harris Nasution yang berlatar KNIL.

Sudirman sebagai seorang pemimpin militer memiliki cita-cita tinggi untuk menyatukan perjuangan rakyat dan pengelompokan di TNI. Salim Said dalam Genesis of Power: General Sudirman and The Indonesian Military in Politics 1945-1949 (1992) menyebutkan bahwa figurnya sebagai sosok ‘Bapak’ bagi militer Indonesia membuatnya selalu berpengaruh dalam politik nasional. 

Malang Tumbang, Markas Hizbullah-Sabilillah Pindah ke Solo

Keterangan foto: Lasykar Hizbullah berbaris dalam sebuah parade pada awal kemerdekaan. Lasykar inilah yang menjadi salah satu kekuatan utama terbentuknya TNI, sekaligus juga cermin bahwa TNI dan umat Islam tak bisa dipisahkan.

Di satu sisi ia menghindari campur tangan politisi dalam tubuh militer. Namun di sisi lain ia juga tak bisa lepas dari kehidupan politik di Indonesia saat itu. Jenderal Sudirman terlibat aktif dalam dukungan terhadap Kelompok Persatuan Perjuangan yang salah satunya dipimpin oleh Tan Malaka. (Salim Said: 1992)

Persatuan Perjuangan menjadi oposisi bagi kebijakan diplomasi pemerintah dalam menghadapi Belanda. Persatuan Perjuangan dengan slogan Merdeka 100% menolak jalan-jalan diplomasi yang terkadang merugikan pemerinah. Di sinilah Sudirman ikut dalam pusaran politik Indonesia saat itu. Bagi seorang pemimpin militer tentu janggal untuk ikut dalam kubu oposisi seperti Persatuan Perjuangan. (Salim Said: 1992)

Kenyataannya Sudirman mendukung Persatuan Perjuangan karena menolak cara-cara diplomasi pemerintah yang menurutnya merugikan Republik Indonesia. Namun Sudirman segera menolak terlibat lebih dalam dengan Persatuan Perjuangan, ketika kelompok itu mulai bertujuan menggoyang pemerintahan. (Salim Said: 1992)

Sikap politik Sudirman memang tanpa ditujukan karena kecintaannya pada persatuan dan penolakannya terhadap kapitalisme dan imperialisme. Ia memang kerap berselisih paham dengan pemerintah Sukarno atau pun Hatta. Namun pendiriannya bukan atas sikap politik oportunistik. Sebaliknya berdasarkan rasa kepeduliannya terhadap kemerdekaan dan persatuan Indonesia.

Salah satu pokok pandangan Sudirman terhadap imperialisme diutarakannya dalam sebuah acara silaturahmi Muhammadiyah. Pidato tanpa tahun yang kemudian dihimpun oleh Imron Nasri dalam Muhammadiyah Berjuang Demi Tegaknya NKRI dan Agama Islam ini (2012) ini menjadi satu kesempatan bagi dirinya sebagai pemimpin masyarakat mengingatkan akan perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Ia mengingatkan agar rakyat tetap bersiap meski perjuangan Indonesia (kala itu) melalui jalur diplomasi. ketika perjanjian menemui jalan buntu, maka rakyat Indonesia harus bersiap atas segala kemungkinan, termasuk kembali melakukan perjuangan bersenjata. (Jenderal Sudirman: 2012)

Perjuangan kemerdekaan Indonesia menurut Jenderal Sudirman, harus berdasarkan hak dan keadilan. Sebab melupakan kedua hal tersebut akan membawa rakyat pada penderitaan. Penderitaan yang bersumber pada imperialisme dan kapitalisme. Menurutnya,

“Sesungguhnya golongan imperialis dan kapitalis-lah yang membuat kekacauan di atas bumi, membuat permusuhan diantara golongan bangsa satu dengan lainnya. Bahkan, lebih tegas lagi jika dikatakan bahwa, golongan itulah yang menyebabkan peperangan di atas dunia.” (Jenderal Sudirman: 2012).

Sejarah Berdirinya Patung Jenderal Sudirman di Kementerian Pertahanan  Jepang - Tribunnews.com Mobile

Keterangan foto: Patung Jendral Sudirman di kantor Kementerian Pertahanan Jepang. Tanda sosoknya sebagai mantan prajurit Peta sangat dihormati di sana.

Jenderal Sudirman juga mengajak agar umat untuk melawan kaum kapitalis dan imperialis. “Bagi umat Islam usaha semacam itu tidak asing lagi, karena Tuhan telah memerintahkan supaya orang-orang yang beriman sama berusaha sekuat-kuatnya melenyapkan sifat angkara murka dan barang yang munkar.” (Jenderal Sudirman: 2012)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement