REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Alquran mempersamakan kematian dengan tidur. Ada faktor eksternal yang membuat kematian lebih nyaman dari tidur atau lebih sakit dari sakit.
“Contohnya diibaratkan kalau jari seseorang dipotong, dia tidak akan sakit jika dibius. Beda dengan jika diberikan air jeruk. Nah jadi faktor eksternal yang bisa membuat kematian menjadi nyaman atau mematikan,” ujar pendiri Pusat Studi Alquran (PSQ) Jakarta, Prof M Quraish Shihab dalam kanal Youtube Najwa Shihab yang bertema Bekal Diri Menuju Ilahi.
Dia pun mengutip dalil dari ayat Alquran. Allah berfirman dalam surat Al-Anfal ayat 50 yang berbunyi :
وَلَوْ تَرٰٓى اِذْ يَتَوَفَّى الَّذِيْنَ كَفَرُوا الْمَلٰۤىِٕكَةُ يَضْرِبُوْنَ وُجُوْهَهُمْ وَاَدْبَارَهُمْۚ وَذُوْقُوْا عَذَابَ الْحَرِيْقِ Walau tarā iż yatawaffallażīna kafarul-malā`ikatu yaḍribụna wujụhahum wa adbārahum, wa żụqụ 'ażābal-ḥarīq.
“Dan sekiranya kamu melihat ketika para malaikat mencabut nyawa orang-orang yang kafir sambil memukul wajah dan punggung mereka (dan berkata), “Rasakanlah olehmu siksa neraka yang membakar.”
Dari ayat di atas itu adalah penggambaran orang kafir yang sedang dicabut nyawanya. Namun, tidak semua orang merasakan sakit seperti itu. Ada pula mereka yang merasakan seperti dielus-elus wajahnya saat akan meninggal. Mereka merasakan kenyamanan ibarat seseorang yang sedang mengantuk.
Quraish Shihab menjelaskan pada prinsipnya penggambaran kematian seperti tidur sebagaimana tercantum dalam doa setelah tidur berbunyi :
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَحْيَانَا بَعْدَ مَا أَمَاتَنَا وَإِلَيْهِ النُّشُوْرِ Alhamdullillahilladzi ahyaanaa ba'da maa amaatanaa wa ilaihin nusyuur. “Segala puji bagi Allah yang menghidupkan kami setelah kematian kami.” Allah SWT memperjelas itu dengan surat Az-Zumar ayat 42 :
اَللّٰهُ يَتَوَفَّى الْاَنْفُسَ حِيْنَ مَوْتِهَا وَالَّتِيْ لَمْ تَمُتْ فِيْ مَنَامِهَا ۚ فَيُمْسِكُ الَّتِي قَضٰى عَلَيْهَا الْمَوْتَ وَيُرْسِلُ الْاُخْرٰىٓ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّىۗ اِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّتَفَكَّرُوْنَ
Allāhu yatawaffal-anfusa ḥīna mautihā wallatī lam tamut fī manāmihā, fa yumsikullatī qaḍā 'alaihal-mauta wa yursilul-ukhrā ilā ajalim musammā, inna fī żālika la`āyātil liqaumiy yatafakkarụn.
“Allah memegang nyawa (seseorang) pada saat kematiannya dan nyawa (seseorang) yang belum mati ketika dia tidur; maka Dia tahan nyawa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia lepaskan nyawa yang lain sampai waktu yang ditentukan. Sungguh, pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran) Allah bagi kaum yang berpikir.”
“Tidak perlu takut menyangkut kematian, yang perlu ditakuti apa yang terjadi setelah kematian,” ujar Quraish Shibab, alumni Universitas Al-Azhar Kairo, Mesir ini.
Sumber: https://www.youtube.com/watch?v=iD4vBTWEjwA