REPUBLIKA.CO.ID, PARIS— Pemerintah Prancis mengumumkan peraturan baru berisi larangan menyekolahkan anak-anak di rumah.
RUU yang diklaim sebagai langkah untuk memerangi ekstremisme Islam di Prancis itu menetapkan hukuman enam bulan penjara bagi orang tua yang menyekolahkan anak-anak mereka di rumah.
Peraturan ini ditetapkan usai penyerangan yang menewaskan Samuel Paty, guru sejarah di salah satu sekolah di Paris. Presiden Prancis Emmanuel sejak itu berbicara keras menentang Islam radikal dan RUU baru itu bertujuan untuk mencegah keyakinan garis keras dipaksakan pada anak-anak negara itu.
Langkah-langkah lain dalam undang-undang tersebut termasuk cara untuk memastikan sekolah dapat menentang tuntutan untuk mengurangi kelas pendidikan agama dan seks.
Selain itu, peraturan waktu berenang terpisah antara pria dan wanita juga akan ditiadakan, disusul larangan keras atas ujaran kebencian di media sosial.
Masjid juga dituntut untuk transparan tentang pendanaan luar negeri mereka untuk memastikan itu tidak datang dari sumber-sumber radikal. Adapun keputusan untuk melarang sekolah di rumah dibentuk setelah menteri mengatakan beberapa orang tua Muslim menolak untuk membiarkan anak-anak mereka pergi ke sekolah.
Menteri Dalam Negeri, Gérald Darmanin, mengatakan lebih banyak anak perempuan ditahan di rumah daripada anak laki-laki. "Di beberapa daerah, ada lebih banyak anak laki-laki daripada perempuan ketika kita tahu bahwa secara statistik, lebih banyak anak perempuan yang lahir. Itu skandal," katanya.
Sekolah di rumah hanya akan diizinkan jika pergi ke sekolah 'tidak mungkin karena alasan yang berkaitan dengan situasi (anak) atau keluarga'. Orang tua yang mengabaikan hukum dapat masuk penjara hingga enam bulan atau didenda 7.500 Euro atau sekitar 126 juta rupiah.
Setiap anak akan diberi nomor ID yang akan digunakan untuk memastikan mereka bersekolah. "Kita harus menyelamatkan anak-anak kita dari cengkeraman kaum Islamis," kata Darmanin.
RUU tersebut juga melarang untuk membagikan informasi pribadi seseorang dengan cara yang memungkinkan mereka untuk diidentifikasi atau ditemukan oleh orang-orang yang ingin menyakiti mereka.
RUU yang akan diajukan ke kabinet pada 9 Desember itu juga menetapkan bahwa setiap asosiasi yang mencari pendanaan publik harus setuju untuk 'menghormati prinsip dan nilai-nilai republik' dan mengembalikan uang tersebut jika ditemukan telah melanggar aturan.
Awal bulan ini, Macron memperingatkan beberapa distrik di Prancis adalah 'tempat berkembang biak teroris' di mana 'gadis kecil mengenakan cadar dan dibesarkan untuk membenci nilai-nilai kami'.
Menulis dalam surat terbuka yang membela sikap agresifnya melawan ekstremis Islam, dia juga mengatakan ada 'ratusan individu radikal' yang tinggal di Prancis yang dapat menyerang dengan pisau kapan saja.