REPUBLIKA.CO.ID, DHAKA -- Ibu kota Bangladesh, Dhaka membuka madrasah atau sekolah Islam pertama bagi siswa transgender pekan lalu. Sekolah yang disebut Madrasah Gender Ketiga Dawatul Quran ini menyambut 40 murid pertama mereka dan kedepannya akan memiliki 150 siswa.
Pemerintah Bangladesh pada 2013 pertama kali mengumumkan pengakuan kategori gender ketiga dalam lembarannya dengan satu kalimat. “Pemerintah Bangladesh telah mengakui komunitas Hijra, sebutan bagi transgender, di Bangladesh sebagai jenis kelamin Hijra.”
Sebuah langkah maju yang signifikan bagi komunitas transgender semakin diperkuat ketika pada 2019, Bangladesh pertama kali mengizinkan sebagian komunitas transgender memilih dengan identitas gender yang tepat. Saat ini, pemerintah memperkirakan ada 15 ribu hijra di Bangladesh. Sedangkan kelompok hak asasi manusia percaya angkanya kini mendekati 1,5 juta orang.
Pendiri sekolah, Abdur Rahman Azad berkata, “Kami sering menyalahkan para hijra karena gaya hidup mereka yang tidak disiplin. Tapi mereka bukan orang yang harus disalahkan, saya pikir. Sebaliknya, kita sebagai masyarakat harus disalahkan.”
“Jika masyarakat tidak mengizinkan mereka bersekolah, seminari, atau universitas. Atau tidak membiarkan mereka memiliki pekerjaan yang layak. Apa lagi yang akan mereka lakukan?” ujarnya menambahkan yang dikutip di Star Observer, Senin (16/11).
Salah satu siswa sekolah itu, Nishi yang berusia 27 tahun, mengatakan setelah guru mengetahui tentang identitas gendernya, dia dikeluarkan dari sekolah. “Saya meninggalkan rumah ketika saya berusia lima hingga enam tahun. Dan kini saya telah kembali melangkah ke madrasah lagi setelah bertahun-tahun. Ini adalah momen yang sangat membahagiakan bagi saya,” ujarnya.
Nishi berkata dia menyukai dan menikmati kegiatan merias wajah dan menjahit. Dia berbagi harapannya bahwa suatu hari dia akan dapat menemukan pekerjaan di mana dia dapat memanfaatkan keterampilannya ini.
“Saya ingin belajar sesuatu sebelum memasuki pasar kerja. Kalau begitu aku tidak perlu mencari-cari mata pencaharian,” ujarnya.
Terlepas dari pengakuan Hijra pada 2013, pembukaan madrasah bagi kaum transgender tidaklah mudah. Seperti yang terjadi pada Xulhaz Mannan, pendiri majalah LGBTQI satu-satunya di Bangladesh yang diretas hingga dibunuh.
“Masyarakat memperlakukan kami dengan cara yang paling penuh kebencian. Kami tidak memiliki cinta atau kebahagiaan. Saya tidak bisa cukup mengungkapkan kesedihan kami. Tidak ada yang akan mengerti,” ujar salah satu transgender.
“Kami tidak diizinkan masuk masjid. Jika sebagian dari kita bahkan masuk satu, maka orang sering mempermalukan kita. Sebagai manusia dan Muslim, saya bertanya-tanya mengapa kita tidak diizinkan menjadi bagian dari masyarakat?” katanya.
Selain ajaran Islam tradisional dari Alquran, sekolah akan menawarkan departemen terpisah yang akan menawarkan pendidikan teknis kepada siswa. Ini diyakini sebagai sekolah Islam pertama dari jenisnya di mana pun di dunia.