REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wilayah Papua Barat boleh dibilang sebagai wilayah yang secara kesejarahan sangat identik dengan perkembangan Islam di Papua. Meski di era kolonial terdapat upaya Kristenisasi yang dilakukan secara masif, namun ternyata hingga kini Islam tetap eksis secara signifikan di sana.
Dalam buku Muslim Papua karya Dhurorudin Mashad dijelaskan, awal kedatangan Islam di wilayah kepala burung pulau itu adalah tidak lepas dari sejarah jalur perdagangan yang terbentang antara pusat pelayaran internasional di Malaka dan Jawa. Islam di daerah ini dimulai dari wilayah Maluku.
Sehingga setiap kali membahas Islam di Papua, terlebih dahulu dibahas proses masuknya agama Islam di Maluku (Ternate, Tidore, Pulau Banda, hingga Pulau Seram). Sebab di wilayah-wilayah itulah Islam lantas memasuki kepulauan Raja Ampat di Sorong dan Semenanjung Onin di Kabupaten Fakfak. Kajian masuknya Islam di Tanah Papua oleh seorang orientalis Inggris bernama Thomas W. Arnold didasarkan pada sumber-sumber primer dari Portugis, Spanyol, Belanda, dan Inggris.
Berdasarkan kajiannya, Arnold menjelaskan pada awal abad ke-16, suku-suku di Papua serta pulau-pulau di sebelah barat lautnya seperti Waigeo, Misool, Waigama, dan Salawati telah tunduk kepada Sultan Bacan yang merupakan salah seorang raja di Maluku. Kemudian, Sultan Bacan meluaskan kekuasaannya sampai Semenanjung Onin (Fakfak), di barat laut Papua pada 1606.
Maka dijelaskan, melalui pengaruh Sultan Bacan dan pedagang Muslim, maka para pemuka masyarakat pulau-pulau tadi pun ikut memeluk Islam meskipun masyarakat pedalaman masih menganut animisme. Perjalanan Islam di wilayah Papua Barat pun boleh dinilai cukup signifikan.