REPUBLIKA.CO.ID, MOSUL— Sekelompok pemuda Muslim bekerja sukarela memulihkan bangunan bersejarah di Mosul, Irak Utara.
Bangunan bersejarah yang mereka perbaiki, termasuk gereja-gereja Kristen yang rusak saat kekuasaan Kelompok Negara Islam (ISIS) di Irak selama bertahun-tahun.
Mohammed Essam, salah satu pendiri kelompok itu mengatakan, gereja-gereja tersebut merupakan harta prasejarah Mosul yang berharga dan perlu dipulihkan. "Bangunan ini adalah bagian dari Mosul, dan Mosul tidak lengkap tanpanya,” ujarnya yang dikutip Asia News, Kamis (5/11).
Salah satu gereja yang mereka perbaiki adalah St Thomas Syriac Catholic Church yang dibangun pada pertengahan abad ke-19. Gereja ini dijarah dan dihancurkan setelah ISIS berkuasa pada 2014, memaksa orang Kristen, Yazidi, Sabian Mandaean dan beberapa Muslim untuk melarikan diri ke Kurdistan Irak. Gereja Saint Thomas ditinggalkan begitu saja dalam keadaan rusak dan diambang kehancuran.
Meski telah berhasil disingkirkan pada 2017, selama pemerintahannya, ISIS sudah melakukan kekerasan dan teror, menghancurkan situs-situs ikonik Irak seperti Masjid al-Nouri dan Gereja Our Lady of the Hour (Gereja Al-Saa'a).
Essam dan teman-temannya mencoba untuk membuat Saint Thomas kembali menjadi ikon bersejarah Irak, dan membersihkan sisa-sisa kebrutalan dan kengerian ISIS, seperti grafiti Arab "Tanah Kekhalifahan", yang tertulis di salah satu dinding gereja, merujuk pada tujuan kelompok tersebut untuk menguasai seluruh Timur Tengah.
Essam, yang juga mengalami langsung kekejaman yang dilakukan anak buah pemimpin ISIS al-Baghdadi, kini memiliki tujuan untuk mengubah persepsi orang-orang tentang Mosul. "Kami ingin mengatakan bahwa orang Kristen termasuk di sini. Bahwa mereka memiliki sejarah yang kaya di sini,” ujarnya.
Sejak kota dibebaskan, kelompok relawan bernama Sawaed al-Museliya (Lengan Mosul) telah memberikan sejumlah layanan masyarakat, termasuk bantuan makanan darurat dan penggalangan dana untuk membangun kembali rumah milik penduduk kota yang paling miskin.
Melalui kegiatan pemulihan gereja, mereka juga ingin mendukung upaya komunitas Kristen setempat untuk memulihkan properti yang rusak dan menyiapkan tempat bagi pemulangan mereka yang melarikan diri dari kekerasan etnis dan pengakuan. “Kami berkomitmen untuk menjaga mereka dan tempat ibadah mereka,” kata Essam.
Namun, sejauh ini, hanya sekitar 50 keluarga Kristen yang telah kembali, meskipun sudah lebih banyak yang datang untuk bekerja atau belajar di Mosul setiap harinya. “Para pemuda ini adalah harapan kota ini setelah mengalami begitu banyak kesulitan dan masalah,” kata seorang Kristen setempat.