Senin 02 Nov 2020 05:20 WIB

Macron, Diskriminasi Hingga Sekularisme Prancis

Macron tetap membela adanya karikatur Nabi Muhammad.

Rep: Ratna Ajeng Tejomukti / Red: Ani Nursalikah
Macron, Diskriminasi hingga Sekularisme Prancis. Pengunjuk rasa yang tergabung dalam Aliansi Umat Islam Sulsel berdoa saat melakukan aksi damai mengecam Presiden Prancis Emmanuel Marcon di depan Monumen Mandala, Makassar, Sulawesi Selatan, Sabtu (31/10/2020). Dalam aksi unjuk rasa tersebut mereka mengecam pernyataan Presiden Prancis Emmanuel Macron yang diaanggap menghina Islam dan Nabi Muhammad.
Foto:

Sekularisme

Sebagian besar kemarahan saat ini berasal dari publikasi ulang mingguan koran satir Prancis Charlie Hebdo baru-baru ini tentang karikatur yang menggambarkan Nabi Muhammad. Gambar kartun itu menyinggung banyak Muslim, yang melihat mereka sebagai penistaan. Tapi kartun tersebut awalnya diterbitkan di Denmark pada 2005. Gambar serupa telah diterbitkan di negara lain yang menjunjung tinggi kebebasan berekspresi.

Para pejabat Prancis sering mengatakan negara mereka menjadi sasaran karena reputasinya sebagai tempat lahir hak asasi manusia dan benteng demokrasi global, yang paling membedakan Prancis adalah keterikatannya yang tidak biasa pada sekularisme. Konsep sekularisme Prancis sering disalahpahami tertulis dalam konstitusi negara. Ia lahir dalam undang-undang 1905 yang memisahkan gereja dan negara yang dimaksudkan untuk memungkinkan hidup berdampingan secara damai dari semua agama di bawah negara netral.

photo
 
Presiden Prancis Emmanuel Macron, kanan kedua, Wali Kota Nice Christian Estrosi, kanan, Menteri Dalam Negeri Prancis Gerald Darmanin, kiri kedua, dan Menteri Kehakiman Eric Dupond-Moretti tiba di gereja Notre Dame di Nice, Prancis selatan, Kamis, 29 Oktober 2020. Seorang penyerang bersenjatakan pisau menewaskan sedikitnya tiga orang di sebuah gereja di kota Nice di Mediterania, mendorong perdana menteri untuk mengumumkan Prancis menaikkan status siaga keamanannya ke tingkat tertinggi. - (Pool Reuters/Eric Gaillard/Pool via AP)

 

Seabad kemudian, jajak pendapat menunjukkan Prancis adalah salah satu negara paling tidak religius di dunia, dengan minoritas menghadiri kebaktian secara teratur. Sekularisme secara luas didukung oleh mereka yang berada di kiri dan kanan.

Ketika jumlah Muslim di Prancis bertambah, negara memberlakukan aturan sekuler pada praktik mereka. Larangan jilbab Muslim tahun 2004 dan simbol-simbol keagamaan mencolok lainnya di sekolah tetap memecah belah, jika tidak mengejutkan banyak orang di luar Prancis. Undang-undang tahun 2011 yang melarang cadar membuat umat Islam kembali merasa terstigmatisasi.

https://apnews.com/article/boycotts-paris-middle-east-western-europe-france-ee594f94f34f4d7e04d12a60b67eacc1

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement