REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo bersama sejumlah perwakilan organisasi keagamaan mengeluarkan pernyataan terkait Presiden Prancis Emmanuel Macron. Presiden dan seluruh tokoh lintas agama mengutuk keras pernyataan yang disampaikan Macron beberapa waktu lalu.
"Kami dari ormas Islam, masing-masing sudah mengeluarkan pernyataan. Intinya mengutuk keras pernyataan Presiden Emmanuel Macron yang mengatakan Islam sebagai sumber kekacauan dan krisis global," kata Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (Waketum MUI), KH Muhyiddin Junaidi, saat dihubungi Republika.co.id, Ahad (1/11).
Macron juga menyebut Islam mendorong pengikutnya melakukan tindakan kekerasan, anarkisme, dan separatisme. Macron menggunakan kata-kata 'separatisme Islam'. Dalam pertemuan tertutup yang digelar Presiden Joko Widodo bersama Wakil Presiden Ma'aruf Amin dan tokoh lintas agama, meminta Macron mencabut pernyataannya karena akan menimbulkan kegaduhan dunia. Pernyataan itu seakan-akan menuduh Islam adalah agama yang antiperdamaian.
Hasil pertemuan itu juga meminta masyarakat luas tidak mengaitkan antara agama dan terorisme. Terorisme yang dilakukan oleh orang beragama bukan berarti mencerminkan isi dan pesan agama yang dianut.
"Mengaitkan dua hal ini adalah sebuah kesalahan besar. Pernyataan Macron secara tidak langsung menyuburkan pandangan islamofobia di dunia. Kita tidak mau kondisi dunia yang masih terpapar pandemi menjadi semakin kacau," ujarnya.
Semua pihak yang hadir dalam pertemuan disebut sepakat tidak menginginkan dunia dipenuhi dengan berbagai konflik, yang pada akhirnya merusak tatanan global. Selanjutnya, bagi Muslim Indonesia maupun di luar negeri yang ingin menyampaikan aspirasi, diingatkan menggunakan cara yang lembut dan damai. Indonesia merupakan bangsa yang penuh toleransi. Jangan sampai toleransi dikorbankan demi kepentingan sesaat.
"Yang ingin memboikot produk Prancis, diizinkan. Ini hak legitimasi masyarakat. Mungkin ini salah satu cara yang bisa diambil, sebagai bentuk kekecewaan dan keprihatinan," kata dia.