REPUBLIKA.CO.ID, KANO-Para ulama Muslim telah mengimbau non-Muslim tidak ikut campur dalam proses hukum Yahaya Shariff-Aminu. Mereka juga meminta kasus musisi Kano yang dituduh menghujat Nabi Muhammad SAW dalam lagunya itu, sepenuhnya ditangani Muslim.
Pada Agustus 2020, Shariff-Aminu, (22 tahun), dijatuhi hukuman mati akibat lagunya yang dibanjiri kritik dari umat Muslim. Musisi itu sempat mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Negeri Kano, setelah Pengadilan Syariah Tinggi Kano menentukan hukuman baginya.
Dalam bandingnya, dia menentang hukum syariah, yang dipraktikkan di negara bagian tersebut sebagai inkonstitusional dan tidak demokratis. Namun Gubernur negara bagian, Abdullahi Ganduje mengatakan akan menandatangani surat perintah mati Aminu, mengingat masalah itu telah menjadi masalah publik dan menimbulkan reaksi dari Organisasi Masyarakat Sipil.
Kepala Departemen Hukum Islam Universitas Ilorin, Profesor AbdulRazzaq Alaro, bertanya-tanya mengapa orang harus membesar-besarkan hal yang kecil. Sementara itu, Direktur Muslim Rights Concern (MURIC), Profesor Ishaq Akintola juga menyetujui kalimat Alaro ketika dia mengatakan, perkara Aminu adalah urusan Muslim dan orang-orang harus membiarkan Muslim untuk melakukan tugas mereka.
Dalam pandangan Alaro, persoalannya sangat sederhana, yaitu terdakwa, seorang Muslim, yang diadili Pengadilan Syariah dan sejalan dengan hukum substantif dan prosedural agamanya.
Para pendukung Shariff-Aminu, kata Alaro mengklaim bahwa tindakan penistaannya sama dengan pelaksanaan kebebasan berpendapat, yang juga dijamin secara konstitusional.
“Pelakunya adalah seorang Muslim, dan hukum Muslim telah diterapkan padanya. Apakah mereka mencoba mengatakan bahwa mereka mencintainya lebih dari saudara Muslimnya? Tentu saja, kami tahu bukan itu yang mereka katakan. Mereka (pendukung Aminu/ non-Muslim) hanya ingin menyalahkan sistem hukum Islam,” kata Akinola yang dikutip di Guardian, Ahad (25/10).
Alaro mengatakan, para pendukung Shariff-Aminu harus dididik bahwa di bawah hukum, tidak ada yang disebut kebebasan absolut. Pada pasal 45 dari Konstitusi mencantumkan banyak pembatasan dan pengurangan dari Hak-Hak Fundamental, termasuk hak untuk kebebasan berpendapat di bawah bagian 39 dari Konstitusi yang sama.
Pasal 45 (1) (b) secara tegas menyebutkan, untuk tujuan melindungi hak dan kebebasan orang lain sebagai salah satu alasan untuk membatasi Hak Fundamental seseorang di bawah hukum. Oleh karena itu, implikasinya adalah bahwa penyanyi Kano harus mengetahui bahwa hak-hak warga negara di Kano dan negara bagian lain di Nigeria juga harus dilindungi dari penyalahgunaan apapun, terutama yang dapat memicu kekerasan dan kekacauan dalam masyarakat yang sangat religius. .
“Saya pikir kita perlu memuji peradilan dan aparat penegak hukum di Kano untuk segera mengangkat tantangan tersebut, dengan menangkap tersangka dan menuntutnya ke pengadilan yang kompeten di bawah hukum negara, yang disahkan oleh Majelis," ujarnya.
"Jika kita gagal untuk menghargai ini, maka kita hanya menyerukan anarki, di mana orang akan mengambil hukum ke tangan mereka sendiri dan menerapkan keadilan hutan. Dan saya yakin belum lama ini, kami telah menyaksikan contoh pembunuhan di luar hukum karena kejahatan yang sama: penistaan agama,” kata Alaro.
Sumber: https://guardian.ng/news/people-should-leave-shariff-aminus-case-for-muslims/