REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Normalisasi hubungan antara Israel dengan Uni Emirat Arab dan Bahrain alias Perjanjian Abraham (sebutan dari Presiden Donald Trump), yang ditengahi AS, membuka jalan menuju normalisasi penuh hubungan antara Israel dengan negara-negara Arab yang lain. Kondisi ini meningkatkan prospek perdamaian dan stabilitas di kawasan itu ke titik tertinggi dalam beberapa dekade.
Maka sungguh menakjubkan menyaksikan masih adanya kekuatan yang berbaris melawan inisiatif AS itu. Pernyataan demikian disampaikan dua kolumnis AS, James Jay Carafano dan Adam Milstein lewat tulisannya di Washington Examiner, Selasa (21/10). Carafano adalah wakil presiden Heritage Foundation yang fokus pada penelitian lembaga think tank untuk masalah keamanan nasional dan urusan luar negeri.
Milstein adalah seorang dermawan aktif dan salah satu pendiri Dewan Israel-Amerika dan Yayasan Keluarga Adam dan Gila Milstein. Artikel dari dua kolumnis itu menyebut, mengkritik pemerintahan dan mengutuk Israel tidak akan membantu rakyat Palestina. Faktanya, justru itu akan mengakibatkan hal yang sebaliknya. Meninggalkan rakyat Palestina pada pemerintahan yang korup dan penindasan yang tumbuh subur hanya dengan memastikan upaya perdamaian gagal.
Kelompok yang mendelegitimasi Israel meliputi Iran, serta organisasi seperti Otoritas Palestina, Organisasi Pembebasan Palestina, Hamas, Front Populer untuk Pembebasan Palestina, Jihad Islam, dan Hizbullah. Termasuk juga Komite Nasional Boikot, Divestasi dan Sanksi (BDS), orkestra gerakan global yang telah merekrut dan menjerat kelompok-kelompok liberal di seluruh dunia dalam kampanye destruktif yang telah menjadi penghalang dan bukan kekuatan untuk perdamaian.
Sejak didirikan pada 2001, gerakan BDS telah menyamar sebagai organisasi hak asasi manusia yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat Palestina. Tetapi alih-alih membantu Palestina, gerakan itu difokuskan pada mengisolasi negara Israel secara ekonomi, budaya, dan politik, dengan tujuan akhir untuk memberantasnya.
Dipandu oleh prinsip anti-normalisasi, gerakan BDS bekerja untuk membatasi interaksi apa pun antara Israel dan Arab serta menganggap segala bentuk kerja sama sebagai pengkhianatan. Kampanye anti-normalisasi sepenuhnya menentang hidup berdampingan, saling membantu, atau kolaborasi. Warga Palestina yang terlibat dalam interaksi secara pribadi dengan orang Israel dijauhi, diancam, dan terkadang bahkan dibunuh.
Tidak heran, kemudian, gerakan BDS menganggap Perjanjian Abraham sebagai mimpi terburuknya. Perjanjian damai antara Israel, UEA, dan Bahrain mewakili penolakan menyeluruh terhadap anti-normalisasi.