REPUBLIKA.CO.ID, ISTANBUL -- Sejumlah media melaporkan bahwa otoritas yang bertanggung jawab atas sektor komersial Arab Saudi telah menekan perusahaan Saudi untuk menghentikan transaksi komersial dengan Turki, termasuk memboikot produk, investasi dan pariwisata Turki.
Hubungan kedua negara memburuk dalam beberapa tahun terakhir karena sikap tegas yang diambil oleh kedua negara atas sejumlah masalah, mulai dari dukungan Ankara untuk Arab Spring hingga dukungan kepada Qatar dalam menghadapi keputusan Arab Saudi, Amerika Serikat, Uni Emirat Arab (UEA), Bahrain dan Mesir untuk memboikot negara Teluk kecil itu pada Juni 2017.
Ketegangan meningkat setelah pembunuhan jurnalis Saudi Jamal Khashoggi di konsulat Saudi di Istanbul pada 2 Oktober 2018. Sikap keras Turki yang menuntut persidangan terhadap mereka yang bertanggung jawab atas pembunuhannya hanya memperburuk situasi.
Baru-baru ini, kampanye untuk membatasi hubungan komersial dengan Turki telah memperjelas karakter mereka, setelah ketua Dewan Kamar Dagang Saudi Ajlan Al-Ajlan, didukung oleh individu-individu yang dekat dengan lingkaran penguasa yang mengatur kampanye dengan outlet media dan media sosial, mendesak pemutusan hubungan perdagangan antara Kerajaan dan Turki.
Bulan lalu, UEA dan Bahrain, dua sekutu terdekat Arab Saudi, secara resmi menandatangani perjanjian yang ditengahi AS di Washington untuk menormalisasi hubungan dengan Israel.
Para pengamat yakin ada hubungan antara kampanye "semi-resmi" Saudi untuk memboikot produk Turki dan pemulihan hubungan "informal" yang tidak langsung antara Arab Saudi dan Israel serta kemungkinan barang-barang Israel memasuki pasar Saudi melalui Bahrain dan UEA.
Pangeran Bandar bin Sultan, mantan duta besar Saudi untuk Washington, baru-baru ini mengkritik kepemimpinan Palestina karena menyia-nyiakan kesempatan bagi rakyatnya untuk mencapai penyelesaian dengan Israel. Analis menilai komentar Bandar sebagai upaya untuk mempengaruhi opini publik menuju penerimaan yang lebih besar dari Israel.
Analis yakin bahwa komentar seperti yang dibuat oleh Ajlan tidak dapat dibuat tanpa "restu" dari kepemimpinan Saudi, mengingat catatan buruk Kerajaan dalam memberikan kebebasan berekspresi kepada warganya.
Arab Saudi, seperti dikutip kantor media pemerintah, telah membantah validitas laporan yang berbicara tentang keputusan resmi melarang produk Turki memasuki wilayah kerajaan. Kantor itu menambahkan bahwa Kerajaan berkomitmen pada perjanjian dan kesepakatan internasional serta perdagangan bebas.
Arab Saudi menegaskan bahwa perdagangan antara kedua negara tidak mengalami penurunan yang signifikan dan bahwa perlambatan baru-baru ini berasal dari dampak global pandemi Covid-19.
Sementara itu, pernyataan bersama pada 10 Oktober oleh kepala delapan kelompok bisnis terbesar Turki menyebutkan bahwa perusahaan Saudi mengeluh karena dipaksa oleh pemerintah menandatangani surat yang mewajibkan mereka untuk tidak mengimpor barang dari Turki. Kelompok-kelompok itu juga mengeluh bahwa kontraktor Turki tidak diikutsertakan dalam penawaran tender utama Saudi.
Kelompok-kelompok yang menandatangani pernyataan bersama tersebut antara lain perusahaan ekspor tekstil, kontraktor, pengusaha terkemuka, pengurus serikat pekerja, Kantor Hubungan Ekonomi Luar Negeri, Asosiasi Eksportir dan Federasi Kamar dan Bursa Komoditi.