REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI), Buya Anwar Abbas, menegaskan Munas MUI November mendatang tidak membahas masa jabatan presiden diperpanjang dari lima tahun menjadi tujuh atau delapan tahun.
"MUNAS MUI yang akan diselenggarakan bulan depan tersebut jelas tidak akan membahas masalah yang menyangkut masa jabatan presiden seperti yang sudah tersebar di beberapa media tersebut," ujar dia dalam keterangannya kepada Republika.co.id, di Jakarta, Selasa (20/10). Pernyataan ini disampaikan menyikapi maraknya pemberitaan MUI akan membahas topik tersebut pada Munas November.
Buya Anwar menjelaskan mengapa isu tersebut mencuat ke permukaan. MUI berencana menyelenggarakan Munas dari 25-28 November 2020 di Jakarta secara online dan offline.
Salah satu agenda Munas selain membahas masalah yang menyangkut program kerja dan pemilihan pimpinan baru MUI periode 2020-2025 adalah juga membahas isu-isu penting yang perlu ditetapkan hukumnya untuk difatwakan agar umat tahu tentang hukum dari masalah tersebut .
Komisi fatwa sebagai komisi yang bertanggung jawab terhadap masalah tersebut telah melakukan langkah-langkah yaitu melakukan inventarisasi tentang masalah yang mungkin perlu dibuatkan fatwanya.
Pembuatan daftar inventarisasi masalah ini penting dilakukan sebagai dasar dalam menimbang dan menentukan masalah apa yang akan dibahas untuk dibuatkan fatwanya nanti di Munas. Salah satu masalah yang muncul dan diusulkan ketika berada di tahap inventarisasi ini yaitu masalah masa bakti presiden tersebut.
Ketika daftar masalah tersebut dibawa ke dalam tahap berikutnya untuk dilihat dan dinilai oleh komisi fatwa masalah tersebut ternyata tidak masuk ke dalam kelompok masalah yang telah dipilih dan ditentukan Komisi Fatwa untuk menjadi masalah yang akan dibahas dalam munas.