Jumat 02 Oct 2020 13:41 WIB

DPR Diminta Bentuk Panja Perusakan Rumah Ibadah

Kekerasan yang menyasar para ulama dan perusakan masjid semakin meresahkan

Vandalisme di Mushola Darussalam.
Foto: Istimewa
Vandalisme di Mushola Darussalam.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA  - Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid mengusulkan pembentukan panitia kerja pada Komisi VIII DPR RI terkait kekerasan terhadap ulama dan perusakan masjid serta mushola yang marak terjadi belakangan.

"Ini perlu diusut secara tuntas, DPR bisa menggunakan kewenangannya terkait pengawasan untuk memastikan apa yang sebenarnya terjadi dan siapa dalang di balik peristiwa itu, agar hukum tegak, kejahatan sejenis bisa dihentikan, dan Negara betul-betul hadir untuk melindungi seluruh tumpah darah dan rakyat Indonesia termasuk para tokoh agama dan simbol agama seperti masjid dan mushola," kata HNW dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (2/10)

Menurut Hidayat, kekerasan yang menyasar para ulama dan perusakan masjid semakin meresahkan masyarakat dan uniknya hampir semua kasus berujung kepada kesimpulan bahwa pelakunya gila atau depresi. Contohnya penyerangan pada ulama kondang Syaikh Ali Jaber yang ditusuk ketika berceramah di Lampung, perusakan masjid di Dago (Bandung) dan terakhir tindakan vandalisme (corat coret mushola, robek kitab suci Alquran dan gunting sajadah) di Musholla Darussalam, Pasar Kemis, Tangerang, provinsi Banten.

"Pengawasan DPR terhadap tanggung jawab pemerintah dalam melindungi warga negara dan simbol agama, termasuk ulama dan tempat ibadah perlu dilakukan. Apalagi, bila dikaitkan dengan analisis kontroversial Menteri Agama bahwa radikalisme menyebar antara lain melalui masjid, dilakukan oleh penghafal Alquran yang mahir berbahasa Arab dan good-looking," ujarnya.

Namun faktanya menurut dia, yang terjadi justru Masjid di Dago dan Musholla di Tangerang dirusak secara radikal oleh orang yang tidak hapal Alquran, tidak pintar bahasa Arab dan tidak "good-looking".

Sementara itu menurut dia, Syaikh Ali Jaber penceramah di Masjid yang moderat dan tidak radikal, penghapal Alquran, mahir bahasa Arab, dan good-looking malah menjadi korban teror dan radikalisme.

"Peristiwa-peristiwa itu merupakan bukti nyata perlu adanya UU yang bersifat lex specialis sebagai Perlindungan Tokoh Agama serta Simbol Agama. Karena itu RUU penting untuk segera dibahas dan disahkan," katanya.

Dia menilai DPR dan Pemerintah harusnya responsif terhadap pelanggaran hukum yang makin sering terjadi seperti kasus pengrusakan rumah ibadah dan penusukan ulama semestinya DPR dan Pemerintah segera membahas dan mengesahkan RUU tersebut.

Menurut dia, sambil menunggu pembahasan RUU, Komisi VIII DPR RI bisa segera membentuk Panja sebagai realisasi dari fungsi pengawasan DPR RI terhadap kinerja pemerintah dalam hal melindungi ulama dan rumah ibadah.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement