Jumat 02 Oct 2020 10:21 WIB

Hamka: Beberapa Pengalaman dengan Komunis

Tulisan Hamka Soal Pemberontakan PKI Madiun 1948

Pemberontakan PKI di Madiun tahun 1948.
Foto:

Taktik itu dirobah! Di Simabur Batusangkar tersiarlah surat [be]rantai, bahwa pemimpin-pemimpin Masyumi dan Muhammadiyah seluruh Kabupaten Tanah Datar, 275 orang banyaknya, akan di”bersihkan”. Kabar-kabar begini, biasanya baru mulai terdengar, memang mengagetkan. Dan kalau iman lemah, bisa hilang semangat dibuatnya.

Maka datanglah engku Duski Samad ke Simabur. Seorang pemuda yang imannya masih goyang memperlihatkan surat itu kepada beliau.

“Adakan tabligh, saya hendak bicara”, kata engku Duski.

Di hadapan Tabligh itu pembicara agama yang terkenal itu mulai menghantam sifat “pengecut”. “Pengecut adalah alamat tak beriman!”

“Saya mendengar kabar”, kata beliau, “bahwa di sini disiarkan orang surat [be]rantai, [yang] mengatakan bahwa 275 pemimpin Masyumi-Muhammadiyah hendak disembelih. Lalu ada yang mengadu kepada saya dengan muka pucat! Seluruh Tanah Datar ini Islam, seluruhnya Masyumi! Muhammadiyah Perti. Seluruhnya bermesjid! Puluhan ribu rakyat di sini Islam semua dan Masyumi semua! Pemimpinnya 275 [orang] akan diculik! Akan disembelih! Sedangkan menangkap anak ayam, lagi susah. Apatah lagi hendak menculik 275 pemimpin dan pemuka rakyat! Siapa dan dari mana [orang] yang akan menculik itu? Saya tahu Kominis di Batusangkar ini tidak cukup seratus orang. Mungkinkah 100 orang, yang terpencar di sana dan di sini, dapat dicatat di mana rumahnya dan di mana kampungnya, dan semuanya dikenal namanya, hendak menculik 275 orang pilihan, yang hidup di tengah-tengah beribu-ribu rakyat? Apakah disangkanya [kita ini] batu semua?”

“Awas”, kata beliau pula: “Jika terdengar ada saja di antara pemuka Masyumi diganggu orang, 100 jiwa [pengikut komunis itu] akan menjadi tebusannya.”

Kemudian dilabraknya kembali sifat pengecut. Pengecut tidak ada dalam tarikh perjuangan Islam. “Saudara-saudara ingat sabda Nabi”, kata beliau: “Timbul kegentaran musuh, sebulan lebih dahulu, jika kaum pengikut Muhammad akan mengambil sikap! Bukan kita yang gentar, tetapi mereka”, kata beliau.

Sejak tabligh itu, hilang sendirinyalah pengaruh surat [be]rantai tadi. Dan Kominis tentu belum kehilangan akal, atau belum kehilangan alat lain, yang telah tersusun dalam program per-{63}juangannya untuk mengganti surat [be]rantai yang kehilangan pengaruh itu.

                       *****

Tersebut[lah] nama Duski Samad! Beliau ini adalah seorang pahlawan Islam, Muballigh ulung yang telah menyediakan segenap tenaganya menegakkan agama, dan membanteras faham tiada bertuhan di Sumatera umumnya dan di Sumatera Tengah khususnya.

Dahulu dia pernah masuk kominis (1926). Karena ketika itu ideologi masih kacau balau. Kemudian dia keluar dari kominis, karena sudah nyata baginya bahwa kominis adalah hendak menghancurkan agama. Kemudian dia masuk Permi, dan setelah Permi bubar, [dia] masuk Muhammadiyah. Di kala hebat perjuangan kemerdekaan, dia menjadi “Bapa[k]” Hizbullah! Bahkan dibentuknya Barisan puteri “Sabil Muslimat”. Seluruh hari digunakannya untuk menggembleng keislaman rakyat dan mengokohkan Imannya. “Praktis politik lanjutkanlah oleh ahlinya”, kata beliau. Dia membela Masyumi dengan segenap tenaga. Lidahnya berapi, tikamannya kepada musuh-musuh Islam tepat-tepat. Gunung didakinya, lurah dituruninya, berhari dan berpekan, dan membentuk jiwa perjuangan umat sudah menjadi sebagian dari hidupnya.

Banyak orang mengajaknya ke kota, banyak jabatan yang menunggu orang yang berkaliber seperti dia. “Tidak”, katanya. “Tenaga Iman dan pembangunan jiwa yang penting adalah di desa.”

“Tetapi tuan tidak mengecap rasa kemerdekaan”, kata orang yang [mencoba] mengganggu[nya]. “Kalau mengecap kemerdekaan itu hanya dengan oto bagus, rumah cantik dan melagakkan harta benda Negara untuk kesenangan sendiri, benarlah apa yang tuan katakan. Saya belum mengecapnya. Dan saya berlindung kepada Allah, janganlah saya mengecapnya. Tetapi kalau kemerdekaan itu adalah kemerdekaan jiwa mengingat Tuhan dan hidup bersama rakyat yang tulus ikhlas, yang berani mengorbankan jiwa untuk mempertahankan agama Allah, maka boleh saya katakan bahwa sayalah yang terpilih dahulu merasai kemerdekaan.”

Alhamdulillah! Islam masih mempunyai pahlawan-pahlawan seperti ini.

----------

Keterangan:

(*) Ketika Amir Sjarifuddin telah mengkhianati Republik Indonesia dengan pemberontakan Madiun, sedang ayah bundanya adalah orang Islam, dan dia lahir dalam Islam, lalu masuk Kristen, dan kemudian masuk kominis, maka oleh pemuda-pemuda di Sumatera Barat dijelaskanlah namanya yang sebenarnya.

 

“Sjarifuddin” artinya ialah “bangsawan agama”. Mereka kembalikan namanya yang sesuai dengan pribadinya, yaitu “Syarrun fid din”, artinya penjahat bagi agama.{64}

* Sumber: Aliran Islam. Suara Kaum Progresif Berhaluan Radikal No. 52, Tahun Ke VII, Agustus 1953 [Nomor Madiun Affair]: 60-64. Ejaan disesuaikan. Angka dalam tanda “{ }” merujuk pada halaman asli majalahnya. Kata-kata dalam tanda “[ ]” merupakan tambahan dari penyalin. Ilustrasi berasal dari teks aslinya (hlm.60).

Catatan: dalam teks aslinya tertulis 'komunis' dan 'kominis'.

Penyalin: Dr. Suryadi, MA., Leiden University, Belanda

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement