Selasa 29 Sep 2020 16:31 WIB

Milenial Cenderung Berwakaf dengan Melihat Programnya

Kalangan milenial memiliki potensi besar memajukan Indonesia dengan berwakaf.

Rep: umar mukhtar/ Red: Ani Nursalikah
Milenial Cenderung Berwakaf dengan Melihat Programnya. Ilustrasi Tanah Wakaf
Foto: dok. Republika
Milenial Cenderung Berwakaf dengan Melihat Programnya. Ilustrasi Tanah Wakaf

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Deputy Director Islamic Social Finances Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) Urip Budiarto menuturkan, kalangan milenial memiliki potensi yang besar memajukan Indonesia dengan berwakaf. Apalagi di tengah pandemi seperti sekarang ini dimana banyak kalangan memanfaatkan digital secara serius.

"Kita hari ini dipaksa masuk ke ranah digital. Kita terkoneksi dengan aplikasi di mana ini ibarat kolam yang luar biasa sebenarnya. Maka dengan sedikit pengemasan komunikasi, harusnya kita bisa membangun gerakan wakaf yang cukup besar," ujar dia dalam diskusi daring bertajuk 'Milenial Berwakaf', Selasa (29/9).

Baca Juga

Urip memaparkan salah satu marketplace yang memiliki puluhan juta pengguna terdaftar. Sedangkan pengguna salah satu merek dagang uang digital mencapai ratusan juta.

Ini artinya, banyak orang khususnya kalangan milenial yang ingin bertransaksi dengan cepat dan mudah. Jutaan pengguna tersebut jika dikalikan dengan besaran donasi Rp 5.000 saja, menghasilkan angka yang besar

"Jadi milenial punya potensi membangun peradaban wakaf yang dasyat di mana hari ini dimudahkan dengan teknologi. Tinggal bagaimana literasi wakafnya terbangun dan motivasi berwakaf ini bisa diselaraskan," kata dia.

Urip menyadari, milenial memang masih harus melewati perjalanan hidup yang panjang sehingga akan ada banyak tantangan di kehidupannya. Misalnya tantangan finansial, keluarga, pernikahan, dan hal lain yang menjadi pertimbangan bagi mereka untuk berwakaf.

Namun, Urip menjelaskan, dalam banyak penelitian tentang hubungan antara wakaf dengan tingkat penghasilan, pendidikan, maupun usia, ditemukan faktor orang yang berwakaf bukan karena tiga faktor tersebut. Tiga hal itu justru tidak ada hubungannya dengan faktor seseorang berwakaf.

"Terus apa yang memengaruhi orang berwakaf, ternyata religiusitas. Jadi semakin orang religius, dia semakin cenderung mudah berwakaf. Jadi untuk berwakaf, tidak harus kaya dulu, saleh dulu, atau punya aset besar dulu. Ini tantangan bersama kita," ujarnya.

Menurut Urip, kalangan milenial menyumbang donasi bukan karena jenis dananya seperti zakat, infak, sedekah, atau wakaf. Milenial cenderung berdonasi dengan terlebih dulu melihat apa programnya, apa peruntukannya, dan siapa penerima manfaatnya.

"Jadi jenis dananya, zakat, sedekah, infak dan wakaf itu urusan belakangan. Pokoknya ini program untuk apa dan penerima manfaatnya siapa. Jadi literasi dalam hal ini juga diperlukan dan perlu upaya bersama bahwa program itu juga terkait dengan jenis dana," kata dia.

Dalam filantropi Islam, cara pengelolaan dana zakat, wakaf dan infak tentu berbeda-beda. "Peruntukannya juga berbeda sehingga kecenderungan berbagi juga akan dibarengi dengan pemahaman bahwa segala sesuatu itu ditentukan dari niatnya. Niat ini akan menentukan akadnya," katanya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement