REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Prof DR Haedar Nashir, Ketua Umum PP Muhammadiyah
Muhammadiyah, NU, dan kekuatan masyarakat lainnya melalui pernyataan sikapnya tentang usul penundaan pemilukada 2020 lebih bersifat memberi saran dan masukan yang serius dan objektif atas situasi pandemi Covid-19 yang secara nyata menaik. Semua itu untuk kepentingan bersama, karena ketika wabah terus meluas yang rugi bangsa Indonesia.
Apakah masukan ormas itu diterima atau tidak, tentu sepenuhnya berada dalam otoritas pemerintah, DPR, dan KPU. Sarannya elegan, agar pemerintah bermusyawarah secara optimal dengan DPR dan KPU demi keselamatan jiwa rakyat Indonesia. Mau menunda atau meneruskan pilkada sepenuhnya tergantung kearifan mereka.
Apa pun keputusannya, yang penting pemerintah, DPR, KPU, dan semua pihak terkait benar-benar seksama dan dapat bertanggung jawab sepenuhnya atas segala keadaan dan konsekuensinya.
Ormas percaya kepada pemerintah dan menghargai kebijakan dan usaha yang telah dilakukan dalam menangani Covid-19 maupun persiapan pilkada.
Namun, keadaan di lapangan juga penting menjadi pertimbangan. Jangan sampai sejumlah hal terjadi seperti sekarang ini di mana Covid menaik angkanya setelah new normal atau adaptasi baru diberlakukan, sehingga Rumah Sakit kelebihan beban dan disiplin masyarakat tidak dapat dikendalikan dengan baik dan terkonsolidasi.
Demikian pula dengan persiapan Pilkada, pada proses awal saja ketika pendaftaran calon sudah terjadi pelanggaran protokol kesehatan, yang tidak ada tindakan. Cobalah kaji apa yang akan terjadi pada saat pelaksanaan pilkada yang sarat persaingan politik tinggi dan melibatkan massa yang besar yang biasanya sulit dikendalikan.
Perencanaannya biasanya baik tetapi di lapangan sering berbeda. Semoga semuanya sudah dipertimbangkan matang dan pelaksanaan pilkada di kala pandemi benar-benar terkendali secara nyata dengan pertanggungjawaban yang tinggi.
Muhammadiyah bersama komponen bangsa yang lain sifatnya memberi pandangan dan masukan agar pelaksanaan Pilkada diikaji ulang dengan solusi penundaan. Tentang kapan waktunya tentu dirembuk bersama antara pemerintah dengan DPR dan KPU yang melibatkan masukan ilmiah para ahli epideomologi dan para ahli terkait penanganan Covid.
Memang tidak ada pihak yang bisa memastikan kapan pandemi ini berakhir. Lagipula Covid-19 ini kan tidak ada pemiliknya, kenapa perlu minta kepastian kapan berakhir.
Tetapi setidaknya ada kajian ulang secara seksama dan menyeluruh. Kewajiban semua pihak ikhtiar, setidaknya mencegah wabah agar tidak makin meluas karena adanya kegiatan yang melibatkan massa.
Bila pemerintah, DPR, dan KPU tetap melaksanakan sesuai jadwal tentu keputusan aras otoritas yang dimiliki mereka, silakan saja. Berarti Muhammadiyah dan para pihak yang mengusulkan penundaan sudah menyelesaikan kewajibannya menyanpaikan pandangan yang bersifat masukan.
Inilah tugas moral keagamaan dan kebangsaan dalam menjalankan fungsi ormas dengan memberi masukan apa adanya, sambil terus berbuat yang bermanfaat bagi masyarakat luas khususnya dalam menangani Covid-19.
Dalam kaitan ini tugas Muhammadiyah lebih bersifat dakwah dan berikhtiar untuk mencegah keadaan akibat Covid-19 tidak semakin berat.
Satu nyawa itu sangat mahal, nilainya sama dengan seluruh nyawa bangsa Indonesia, begitulah spirit keagamaan dalam Islam (QS Al-Maidah: 32).
*****
Alhamdulillah bila pemerintah sudah siap menyelenggarakan pemilukada di masa pandemi dengan meniru Singapura, Jerman, Prancis, dan Korea Selatan. Negara-negara tersebut dikenal maju dan berstandar tinggi dalam hal peran pemerintahnya, penegakan hukumnya, sistem kesehatannya, dan disiplin masyarakatnya.
Semoga Indonesia sebagus negara-negara maju tersebut dalam dalam menangani dan mengendalilan Covid-19.
Kalau tetap dilaksanakan pemilukada demi hak demokrasi, kita berharap semuanya berjalan baik dan lancar. Namun kalau di kala dan usai pilkada keadaan Covid-19 tidak terkendali yang tentu sangat tidak diinginkan oleh siapa pun.
Maka, mudah-mudahan ada yang mau dan berani bertanggung jawab!