Selasa 22 Sep 2020 07:05 WIB

Apa Kabar Derita Muslim Patani?

Muslim Patani meminta penggunaan bahasa Melayu dan libur di hari Jumat.

Muslim Patani di Thailand Selatan tengah shalat.
Foto:

Sementara itu, Zahri Ishak, juru bicara NGO Bicara Patani, menyampaikan kunjungan Wallop ini merupakan yang ketiga kalinya untuk menyerap aspirasi Muslim Patani.

“Ini dilakukan sebagai ruang menerimakan usulan atau tuntutan dari berbagai pihak, ini bisa dilakukan kapan saja oleh pihak pemerintah Thailand,” ucap dia kepada Anadolu Agency pada Jumat.

Meski begitu, Zahri mengingatkan tim rundingan damai tidak meninggalkan dialog yang sudah berlangsung dengan kelompok pemberontak paling berpengaruh yakni Barisan Revolusi Nasional Melayu (BRN). Sebab, kata dia, BRN dan Delegasi Damai Thailand Selatan adalah dua entitas berbeda.

Thailand resmi meluncurkan proses perdamaian kembali dengan BRN pada 21 Januari lalu di Kuala Lumpur, Malaysia.

Negosiasi antara BRN dan Pemerintah Thailand sendiri saat ini ditengahi oleh pemerintah Malaysia.

“Ada kesan pemerintah Thailand ingin melokalisasi kasus minoritas Muslim sebagai masalah domestik, bukan internasional,” ujar dia kepada Anadolu Agency.

Negosiasi antara BRN dan Pemerintah Thailand sendiri saat ini ditengahi oleh pemerintah Malaysia.

Musthopa mengatakan sejak pemerintahan Pakatan Harapan tumbang, negosiasi antara BRN dan Thailand yang ditengahi Malaysia tidak lagi sekokoh dulu. “Sejak PH tumbang, negosiasi tidak berjalan,” ucap dia.

Terakhir pada awal Maret lalu, BRN dan pemerintah Thailand mengeluarkan pernyataan bersama sepakat melakukan gencatan senjata.

Jangan sekedar formalitas

Sementara itu, Marwan Ahmad, 29, warga Muslim yang tinggal di Provinsi Pattani, menyampaikan keinginannya agar pertemuan-pertemuan antara otoritas Thailand dengan kelompok Muslim tidak sekedar formalitas belaka.

“Banyak warga Patani masih tidak yakin tim rundingan damai delegasi Thailand ini karena saat ini sudah banyak gelombang protes di Bangkok terhadap penyimpangan kekuasaan pemerintah junta militer,” ucap dia kepada Anadolu Agency pada Jumat.

Marwan mengatakan pemerintah Thailand memandang masalah konflik Patani itu hanya kerusuhan biasa, padahal konflik itu lahir beberapa abad sejak Patani dianeksasi pada tahun 1909.

“Pemerintah harus membangun kepercayaan dan menunjukkan sikap demokratis,” kata dia.

Pemerintah Thailand telah memberlakukan darurat militer di tiga provinsi mayoritas Muslim di Thailand selatan - Pattani, Narathiwat, Yala - menyusul kekerasan mematikan pada 2004.

Sejak saat itu, sebanyak 7.000 telah tewas akibat kekerasan yang berlangsung di Thailand selatan.

Selain itu, menurut data Bicara Patani, sejak pemberlakuan darurat militer di Thailand selatan, sebanyak 7,040 orang telah ditangkap dan 4.928 orang berhasil bebas di pengadilan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement