REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengadilan Agama Jakarta Timur mencatat terjadi peningkatan angka perceraian selama pandemi. Hakim Pengadilan Agama Jakarta Timur, Istiana mengatakan terjadi lonjakan sebesar 50 persen.
"Angka perceraian naik. Jadi pas Februari itu, perkara yang masuk ada 500. Lalu Maret sampai Mei kan Covid ya, kita enggak ada aktivitas. Baru Juni mulai dibuka langsung ada 900 perkara," kata Isty saat dikonfirmasi pada Kamis (3/9.
Istiana menuturkan selama pelonjakan angka perceraian, ia sangat kewalahan mengurusnya. Sidang yang normalnya 30 perkara per hari, bisa mencapai 50 perkara.
Untuk poses yang dijalani dari perkara sidang pun kata Isty terdiri dari beberapa tahapan. Pertama ada tahap mediasi. Jika tidak berhasil, akan lanjut ke tahap persidangan dengan pembacaan gugatan lalu sidang selanjutnya dengan membawa saksi.
Dari 900 perkara yang masuk, hanya sedikit yang sampai tahap mediasi, sekitar 10 persen. "Sedikit yang mediasi. Cuma 10 persen kali ya, rata rata lanjut cerai. Karena orang ke sini tuh ibarat kata sudah stadium empat, sudah pasti 99 persen mau cerai, karena pasti sudah sampai ke tahapan keluaga," tutur dia
Rata-rata pihak pengadilan agama melayani pasangan yang baru menikah lima tahun. Mayoritas pasangan yang menggugat cerai karena faktor ekonomi. Misalnya, sang suami terkena PHK.
Namun, lebih lanjut Istiana menuturkan angka perceraian sebesar 900 kasus hanya terjadi di bulan Juni saja. Perlahan angka tersebut mulai menurun memasuki bulan Juli hingga Agustus. Menurut Istiana, angka perceraian turun disebabkan perlahan masyarakat sudah dapat kembali bekerja.
"Barang kali sudah dimulai usaha, sudah mulai dapat pekerjaan yang diPHK," tutur dia.