REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Imam besar Masjid Al-Aqsa, Sheikh Ekrima Sabri mengecam kesepakatan normalisasi hubungan antara Uni Emirat Arab (UEA) dengan Israel. Dalam konferensi virtual yang diselenggarakan oleh Asosiasi Minbar Al-Aqsa yang berbasis di Turki, Ekrima mengatakan, kesepakatan normalisasi tersebut adalah kekalahan bagi UEA.
"Kami menolak normalisasi antara UEA dan Israel. Tidak ada batu di Palestina yang menunjukkan keberadaan sejarah Yahudi," ujar Ekrima, dilansir Anadolu Agency, Selasa (18/8).
Konferensi Asosiasi Minbar Al-Aqsa digelar untuk memperingati 51 tahun pembakaran Masjid Al-Aqsa. Pada 21 Agustus 1969, masjid tersebut dibakar oleh seorang turis ekstremis Yahudi Australia, Denis Michael Rohan yang menghancurkan bagian-bagian bersejarah Masjid Al-Aqsa. Konferensi tersebut menyoroti tentang kesepakatan perjanjian Timur Tengah yang diinisiasi oleh Amerika Serikat (AS). Mereka menyebut, perjanjian tersebut sebagai upaya untuk melenyapkan perjuangan Palestina.
Kesepakatan normalisasi hubungan Israel-UEA tercapai setelah Presiden AS Donald Trump, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, dan Putra Mahkota UEA Sheikh Mohammed bin Zayed Al Nahyan melakukan pembicaraan via telepon. Di bawah kesepakatan tersebut, Israel setuju untuk menangguhkan rencana pencaplokan sebagian wilayah Tepi Barat.
Normalisasi hubungan UEA-Israel menandai ketiga kalinya negara Arab membuka hubungan diplomatik secara penuh dengan Israel. Negara Arab lainnya yang memiliki hubungan diplomatik dengan Israel adalah Mesir dan Yordania. UEA menjadi negara Teluk Arab pertama yang membuka hubungan diplomatik dengan Israel.
Beberapa negara menyambut baik kesepakatan normalisasi hubungan antara Israel dan UEA. Namun kesepakatan itu telah memicu kemarahan di sebagian besar negara Muslim. Palestina telah mengecam kesepakatan normalisasi antara UEA dan Israel yang dijembatani AS. Menurutnya hal itu merupakan sebuah pengkhianatan. Palestina selama ini tak mengakui upaya mediasi dilakukan AS.