Senin 27 Jul 2020 15:25 WIB

Sosok Arsitek Ottoman di Balik Kukuhnya Hagia Sophia

Bangunan Hagia Sophia mampu bertahan berabad-abad.

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Ani Nursalikah
Sosok Arsitek Ottoman di Balik Kukuhnya Hagia Sophia. Masjid Hagia Sophia
Foto:

Sultan Ottoman ini telah menyatakan kesedihannya setelah melihat kota Istanbul benar-benar hancur, ketika ia memasuki tembok besar ibu kota Romawi lama setelah berakhirnya peristiwa pengepungan berdarah. Sultan Mehmet dikenal fasih berbahasa barat dan timur termasuk Yunani, Latin, Persia dan Arab.

Ia bahkan tidak bisa menahan dirinya untuk mengucapkan bait Persia ketika ia berkeliling pusat kota Istanbul di sekitar Hagia Sophia dan Istana Byzantium yang lama. Sang sultan kala itu mengucapkan kata-kata berikut:

"Laba-laba menahan pintu gorden di istana Kaisar. Burung hantu itu memainkan alunan militer di kubah istana Efrasiyab."

Efrasiyab mengacu pada seorang komandan besar legendaris yang disebutkan dalam legenda terkenal Persia yang disebut Shahname, yang biasanya dianggap sebagai musuh utama orang Persia. Seorang pemandu profesional dan peneliti tentang sejarah Istanbul, Aysegul Elif Sofuoglu, mengatakan Hagia Sophia tidak dalam kondisi yang baik karena situasi keuangan Kekaisaran Byzantium yang bangkrut. Ia merujuk pada kekecewaan Sultan Mehmet atas kondisi kota yang bobrok kala itu.

Satu abad setelah penaklukkan Muslim, pemerintah Ottoman ingin merenovasi Hagia Sophia dan daerah sekitarnya. Menurut Sopuoglu, ada keluhan ke istana Ottoman bahwa keseimbangan statis Hagia Sophia mungkin rusak karena beberapa pembangunan rumah di samping bangunan tersebut.

Baca juga: Turki Teruskan Tradisi Khatib Jumat Pegang Pedang di Hagia

Karena itulah, istana kemudian memutuskan mewujudkan proyek restorasi (pemulihan) yang komprehensif dari Hagia Sophia. "Orang-orang tentunya tidak ingin meninggalkan rumah mereka. Dalam menghadapi pertentangan yang kian meningkat, istana mengerahkan otoritas keagamaan tertinggi pada masa itu, Ebussuud Efendi, Syaikh al-Islam, yang merupakan hakim agama tertinggi Ottoman," kata Sofuoglu.

photo
Orang-orang berdoa di Hagia Sophia setelah salat Jumat saat upacara pembukaan resmi Hagia Sophia sebagai masjid di Istanbul, Turki, 24 Juli 2020. - (EPA-EFE/TOLGA BOZOGLU)

Gulru Necipoglu, seorang Profesor Seni Islam Turki-Amerika di Universitas Harvard dalam bukunya Age of Sinan, Architectural Culture in the Ottoman Empire menuliskan beberapa warga menolak meninggalkan rumah mereka. Mereka beralasan Hagia Sophia dahulunya merupakan tempat ibadah bagi orang Kristen. Namun, otoritas keagamaan Ottoman kala itu mengatakan hal itu tidak mungkin terjadi lagi.

Dalam fatwanya yang terkenal, Ebussuud Efendi, salah satu cendekiawan agama Utsmani terbesar, dengan jelas mengatakan Hagia Sophia bukan lagi sebuah gereja, melainkan telah menjadi masjid. Bangunan itu telah menjadi bagian dari fondasi Islam. Menurut Necipoglu, tidak ada Muslim sejati yang menginginkan keruntuhan bangunan tersebut.

 

Selanjutnya, fatwa tersebut memerintahkan dilakukan evakuasi langsung orang-orang dari rumah-rumah yang berada dekat Hagia Sophia. Langkah itu kemudian membuka jalan bagi proyek restorasi bangunan Hagia Sophia oleh arsitek Sinan. Sejak itu, Hagia Sophia berdiri sendiri seperti sebuah pulau di tengah kota tua yang menanti jamaah berikutnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement