REPUBLIKA.CO.ID, SENEGAL -- Kelompok Islam garis keras terpantau belum menginjakkan pengaruhnya di Senegal. Namun kekhawatiran meluas seiring jatuhnya
Mali, Burkina Faso dan Nigeria dalam dekapan Islam Radikal. Kreator film Senegal Mamadou Dia menggambarkan kekhawatiran itu dalam film "Baamum Nafi" (ayah Nafi).
Film Baamum Nafi berkisah tentang kelompok Islam radikal yang datang ke salah satu kota di Senegal. Kedatangan mereka dimulai secara halus dengan pemberian uang dan hadiah bagi warga setempat. Setelahnya, mereka mendapatkan hati warga lokal hingga mulai merebut kekuasaan.
Film tersebut sempat ditayangkan pada Februari lalu dalam kegiatan Film Museum di Frankfurt. Proses pembuatan film dilakukan di kampung halaman Mamadou di kota Matam sebelah utara Senegal. Hanya ada dua aktor yang mengambil peran sebagai kakak adik. Sisanya merupakan penduduk asli Matam.
"Pada 2014, saya belajar film di New York. Setiap kali saya katakan seorang Muslim, orang-orang punya stigma sendiri dan saya harus menjelaskan bahwa Senegal berbeda dari negara mayoritas Islam lain," kata Mamadou dilansir dari Qantara pada Senin (20/7).
Mamadou menyatakan Senegal merupakan negara sekuler yang memisahkan hubungan agama dan negara. Menurutnya, Senegal tak menerima gerakan Islam radikal.
"Di kota-kota lokal, penerapan Islam kadang tercampur dengan tradisi pra Islam," ujar Mamadou.
Mamadou menyebut terdapat banyak Muslim yang tersebar di dunia. Oleh karena itu, tak hanya ada satu versi Muslim karena keragaman pemikiran dan aliran.
"Ada miliaran Muslim di dunia, sehingga tidak hanya ada satu jenis Muslim," ucap Mamadou.
Mamadou lalu mencontohkan tipe Muslim di Senegal yang justru ada mengonsumsi babi.
"Ada Muslim aliran kiri di Senegal yang makan babi dan minum alkohol, dan banyak tipe Muslim lain. Ada satu persen Muslim yang suka membunuh orang mengklaim diri sebagai jihadis, padahal mereka membunuh lebih banyak Muslim dari penganut agama lain," lanjut Mamadou.
Mamadou khawatir akan masuknya paham Islam radikal ke negaranya. Ia berharap filmnya dapat menyadarkan warga Senegal agar tak tertular paham tersebut.
"Senegal tidak lebih aman dari Mali atau Burkina Faso. Kami ingin hidup damai. Saya ingin warga Senegal tak harus menunggu ekstrimis datang baru membicarakannya, itulah mengapa saya buat film ini," tutur Mamadou.