REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Pemimpin Hamas Palestina, Khaled Meshaal mengatakan, Malaysia selalu tegas dalam masalah konflik Palestina-Israel di panggung internasional, serta dalam diskusi Organisasi Kerjasama Islam (OKI). Dia mengatakan, peran Malaysia dalam menyatukan para kepala negara dalam masalah Palestina merupakan sikap yang berani dan dihormati.
"Jelas (sikap Malaysia tentang masalah Palestina) adalah menolak segala bentuk normalisasi dengan rezim Zionis Israel kolonial," katanya dalam sebuah wawancara khusus, dilansir dari laman Bernama, Ahad (19/7).
Wawancara khusus dengan Khaled yang berada di Doha, Qatar dimulai pada pukul 08.30 malam. Acara itu secara khusus disajikan oleh Aqsa Syarif, sebuah organisasi non-pemerintah, Palestine Centre of Excellence (PACE) dan Koalisi Asia Tenggara untuk Palestina (SACP).
Wawancara berlangsung selama satu jam menggunakan aplikasi zoom dengan terjemahan Bahasa Melayu dan Inggris. Dalam kesempatan tersebut mengulas terkait rencana rezim Israel untuk secara paksa merebut 30 persen wilayah di Tepi Barat dan Lembah Yordan, yang diharapkan akan dilaksanakan bulan ini.
Khaled menekankan, penting bagi semua pihak untuk terus mengirimkan tanda-tanda protes yang jelas tentang rencana aneksasi, dengan memboikot Israel secara ekonomi dan politik.
"Boikot akan menjaga normalisasi (Israel atas Palestina) lebih jauh," kata Khaled. Dia menambahkan, bahwa rencana Israel yang didukung Amerika Serikat (AS) untuk merebut wilayah Palestina kini ditentang oleh masyarakat dunia, termasuk di Eropa.
Pada KTT ASEAN ke-36 yang diadakan secara daring pada 26 Juni, Malaysia mendesak komunitas internasional, terutama Dewan Keamanan PBB, untuk menolak rencana aneksasi Israel dari bagian-bagian Wilayah Pendudukan Palestina di Tepi Barat.
Sidang majelis khusus Parlemen Malaysia pada 16 Juli, dengan suara bulat menyetujui suatu mosi khusus yang mendesak pemerintah untuk bekerja dengan OKI untuk menuntut pengusiran Israel dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).