REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kementerian Agama (Kemenag) melalui Direktur Jenderal Pendidikan Islam (Dirjen Pendis) telah mengeluarkan panduan kurikulum darurat pada madrasah.
Dalam kurikulum ini, guru dapat menyampaikan esensi dari mata pelajaran (mapel) untuk menjadi prioritas dalam pembelajaran para murid.
"Setiap mata pelajaran ada esensinya. Contoh matematika ada persamaan kuadrat, gradien, diagram dan lain-lain, yang jadi esensi itu persamaan kuadrat, untuk itu yang dipilih adalah materi esensi," kata Kepala Subdirektorat Kurikulum dan Evaluasi Direktorat Kurikulum, Sarana, Kelembagaan, dan Kesiswaan Madrasah Kementerian Agama, Ahmad Hidayatullah, Selasa (23/6).
Selain itu, guru dapat memilih metode yang memungkinkan pencapaian tujuan pembelajaran pada kondisi darurat, seperti discovery learning, inquiry learning, project based learning, problem based learning, dan lainnya.
Guru diharapkan kreatif dan inovatif dalam memanfaatkan media pembelajaran yang ada di lingkungan sekitar untuk tercapainya tujuan pembelajaran.
"Kurikulum darurat ini memberikan acuan sederhana dari sekian yang telah dijadwalkan pada masa new normal. Panduan ini juga untuk antisipasi di seluruh kondisi, bahkan seluruh kondisi kedaruratan ini bisa menjadi pegangan," ucapnya.
Di samping itu, Ahmad mengatakan, pembelajaran jarak jauh tidak harus selalu dengan menggunakan internet. Bagi Madrasah dan siswa yang bisa melakukan pembelajaran lewat daring itu diperbolehkan.
Sementara madrasah yang berada di daerah terpecil juga memanfaatkan radio lokal dalam melakukan pembelajaran secara jarak jauh. Di samping itu, guru juga dapat berkeliling untuk membagikan tugas sekolah.
Dalam bentuk kelas virtual, guru dapat menggunakan aplikasi pembelajaran digital, E-learning Madrasah secara gratis. Kemudian sebelumnya Kemenag juga sudah melakukan kerjasama dengan beberapa provider untuk memberikan kuota terjangkau bagi siswa yang tidak mampu.
Pengaturan jadwal kelas virtual harus secara proporsional. Hal ini dilakukan agar siswa tidak seharian berada di depan layar komputer atau ponsel.
Sementara itu, bagi madrasah yang terletak di zona hijau yang ingin mengadakan pembelajaran secara tatap muka juga harus memenuhi beberapa persyaratan.
Pertama, madrasah harus mengisi dasar pemeriksaan secara daring, terkait dengan persiapan yang sudah dilakukan. Kemudian harus ada kesepakatan antara madrasah dengan komite madrasah, namun jika ada orang tua yang belum siap, maka murid diperbolehkan belajar dari rumah.
Apabila sudah diperbolehkan untuk menyelenggarakan kegiatan belajar secara tatap muka, maka madrasah juga harus menyiapkan protokol kesehatan untuk guru dan murid, dari mulai datang hingga pulang dari sekolah.
Madrasah harus menyediakan hand sanitizer, melakukan penyemprotan disinfektan selama empat jam sekali, di dalam kelas harus berjaga jarak hingga 1,5 meter.
Untuk Madrasah Aliyah dan Tsanawiyah dalam satu kelas maksimal 18 orang. Sementara tingkatan di bawahnya, madrasah ibtidaiyah 10 anak dan raudatul athfal lima anak, hal ini karena anak-anak murid yang masih kecil lebih sulit untuk diatur.
"Tahun ajaran baru bagi yang tatap muka atau di rumah sesuai dengan tanggal yang sudah ditetapkan pada 13 Juli. Bagi yang tatap muka harus memenuhi persyaratan yang sudah ditetapkan," kata Ahmad.