REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Dr KH Syamsul Yakin MA
Salah satu pahala berbagi adalah dibuat gembira oleh Allah SWT pada hari kiamat. Nabi SAW berpesan, “Barangsiapa yang menjumpai saudaranya yang Muslim dengan (memberi) sesuatu yang disukainya agar dia gembira, maka Allah akan membuatnya gembira pada hari kiamat.” (HR. Thabrani). Gembira pada hari kiamat adalah dambaan setiap orang.
Selain itu, berbagi juga akan mendapat pahala besar. Allah SWT tegaskan, “Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya. Maka orang-orang yang beriman di antara kamu dan yang menafkahkan (sebagian) dari hartanya memperoleh pahala yang besar.” (QS. al-Hadid/57: 7).
Dalam pandangan pengarang Tafsir Jalalain, salah seorang sahabat Nabi SAW yang akan mendapatkan pahala yang besar itu adalah Utsman bin Affan. Dalam sejarah beliau dikenang sebagai seorang pengusaha yang kaya raya namun hidup zuhud. Beliaulah yang membeli Sumur Rum milik orang Yahudi di Madinah pada saat kaum Muslim mengalami kesulitan air.
Di dalam hadits Nabi SAW disebutkan bahwa orang yang berbagi akan didoakan oleh malaikat, “Tidak ada suatu hari pun ketika seorang hamba melewati paginya kecuali akan turun (datang) dua malaikat kepadanya lalu salah satunya berdoa, ‘Ya Allah berikanlah pengganti bagi siapa yang menafkahkan hartanya.” Doa malaikat tidak ditolak oleh Allah SWT.
Namun sebaliknya orang yang tidak mau berbagi akan disumpah-serapahi oleh malaikat, seperti Nabi SAW beritahu dalam lanjutan hadits ini, “Sedangkan yang satunya lagi berdoa, ‘Ya Allah berikanlah kehancuran (kebinasaan) kepada orang yang menahan hartanya.” (HR. Bukhari dan Muslim). Yang dimaksud dengan menahan harta di sini adalah bakhil.
Tentang materi yang dibagi kepada orang lain adalah yang paling dicintai. Allah SWT berfirman, “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.” (QS. Ali Imran/3: 97).
Terkait ayat ini, ada suatu cerita yang bersumber dari Anas. Ia berkata, “Abu Thalhah adalah seorang sahabat Anshar yang terkaya di Madinah karena pohon kurma yang dimilikinya. Sedangkan harta yang paling disukainya adalah kebun Bairuha yang terletak di dekat masjid. Rasulullah SAW sering masuk ke kebun itu dan minum air bersih yang ada di dalamnya.
Anas melanjutkan, “Ketika turun ayat, ‘Kamu sekali-sekali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna) sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai’, Abu Thalhah mendatangi Rasulullah SAW dan berkata, ‘Ya Rasulullah, sesungguhnya Allah SWT berfirman, ‘Kamu sekali-kali tidak akan sampai kepada kebajikan (yang sempurna) …’”
Padahal harta yang paling aku cintai adalah kebun Bairuha dan kebun itu (kini) adalah sedekah (dari aku) karena Allah. Aku mengharap kebaikan dan pahala dari Allah. Maka dari itu pergunakanlah wahai Rasulullah sesuai petunjuk Allah kepadamu. Rasulullah SAW menjawab, ‘Bagus, itulah harta (yang mendatangkan) untung.’
Nabi SAW bersabda lagi, ‘Bagus itulah harta (yang mendatangkan) untung. Aku telah mendengar apa yang kamu katakan, dan aku berharap kamu membagikannya kepada semua kerabatmu.’ Abu Thalhah berkata, ‘Ya Rasulullah, aku akan melaksanakan petunjukmu’. Lalu Abu Thalhah membagi kebun itu kepada kerabat dan anak pamannya.” (HR Bukhari dan Muslim).