REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sampai saat ini umat Islam di Indonesia masih diuntungkan dengan posisi hilal yang memungkinkan awal Ramadhan selalu berbarengan hingga tahun 2021. Namun, pada 2022 potensi perbedaan akan terjadi lagi jika kriteria penentuan awal bulan Hijriyah yang digunakan ormas-ormas Islam masih beragam.
Karena itu, ormas Islam harus bersatu mencari titik temu untuk mewujudkan kalender Hijriyah atau kalender Islam. Ketua Lajnah Falakiyah PBNU, KH Sirril Wafa, mengatakan, penyatuan kalender Islam harus berpegang pada fiqih dan sains.
"Kita tidak bisa hanya berpegang pada fiqih saja atau sains saja. Dua-duanya harus kita simpulkan. Fiqihnya dan sainsnya itu kita sama-sama berjalan," ujar Kiai Sirril saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (26/5).
Dengan menggunakan fiqih dan sains, menurut dia, ormas Islam yang memiliki pandangan berbeda mungkin akan menemukan titik temu untuk menyatukan kalender Islam.
"Beberapa ormas yang memiliki padangan berbeda mungkin bisa saling mencari sinkronisasinya. Jadi, mungkin kalau yang terlalu tinggi sainsnya, kita kurangi dikit. Kalau dari fiqihnya, yang berbeda-berbeda itu kita cari yang agak longgar. Mungkin itu caranya," kata dia.
Untuk itu, menurut Kiai Sirril, ormas Islam di Indonesia perlu sering bertemu untuk mencari titik temu. "Yang kita harapkan harus selalu sering bertemu walaupun tidak formal. Kalau formal, kaku semua itu," ujar dia.
Menurut dia, pemerintah juga tidak perlu memfasilitasi pertemuan antarormas Islam. Pasalnya, kalau difasilitasi oleh Kementerian Agama (Kemenag), pertemuan itu justru menjadi kaku. Menurut dia, PBNU secara internal saat ini sedang membahas upaya untuk mencari titik temu terkait penentuan awal bulan Hijriyah.
Sebelumnya, Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) Prof Thomas Djamaluddin juga mengajak ormas Islam di Indonesia dan Kementerian Agama untuk mencari titik temu sehingga penetapan awal Ramadhan 2022 bisa seragam.
Pakar astronomi ini menjelaskan, sampai saat ini umat Islam di Indonesia masih diuntungkan dengan posisi bulan yang memungkinkan awal Ramadhan akan berbarengan hingga 2021. Namun, dia melanjutkan, pada 2022 potensi perbedaan akan terjadi lagi kalau kriteria dan otoritas yang digunakan ormas-ormas Islam masih beragam.
“Ayo kita cari titik temu untuk mencapai kesepakatan,” ujar Thomas kepada Republika.co.id, belum lama ini.