REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Muhammad Subarkah, Jurnalis Republika
Inilah kisah lanjutan berupa sirah, yakni ‘Sejarah Hidup Muhammad’ dalam karya legendanya, Muhammad Husain Haekal. Kisah ini ada dalam buku itu yang sudah diterjemahkan oleh legenda penerjemah karya berbahasa Arab ke dalam bahasa Indoesia, Ali Audah.
Pada chapter ini sampai pada pembahasan yang bertajuk ‘Islam dan Apa yang Terjadi dengan Umat Islam'. Tulisannya seperti ini:
Kita tinggalkan dulu bicara tentang agama ini, dan mari kita lihat sejarah orang yang membawanya - Muhammad ‘alaihissalam.
Banyak buku-buku sejarah tentang kehidupan Nabi itu yang telah- menambahkan hal-hal yang tak dapat diterima akal dan yang memang tidak diperlukan menambahkan demikian untuk menguatkan risalahnya itu. Dan apa yang ditambah-tambahkan, itulah yang dijadikan pegangan oleh kalangan Orientalis dan oleh mereka yang mau mendiskreditkan Islam dan Nabi, juga oleh mereka yang mau mengecam umat Islam; dijadikannya itu tongkat penunjuk dalam kecaman mereka yang akan cukup memanaskan hati setiap orang yang berpikir jujur.
Hal semacam ini dan apa yang mereka ciptakan sendiri, itulah yang menjadi pegangan mereka, lalu mereka mengatakan, bahwa mereka menulis itu berdasarkan metoda ilmiah yang modern, metoda yang mengemukakan peristiwa-peristiwa, orang-orang dan pahlawan-pahlawan. Lalu diberikannya suatu penilaian yang pantas jika dianggap pada tempatnya mengeluarkan penilaian demikian.
Dan kalau kita baca dengan seksama apa yang mereka tulis itu akan kita lihat bahwa hal itu sebenarnya penuh dengan nafsu permusuhan dan caci-maki, terbungkus dalam susunan kata-kata yang tidak kurang indahnya, menarik hati mereka yang sepaham dengan anggapannya, bahwa pembahasannya itu ilmiah, terdorong hanya akan mencari kebenaran semata- mata, ingin meneropongnya dari segenap penjuru.
Inilah yang dituju oleh penulis-penulis dan ahli-ahli sejarah yang fanatik itu. Hanya saja, adanya beberapa orang yang masih dapat berpikir lebih tenang - baik penulis atau sarjana -menyebabkan mereka yang berpikiran bebas itu dapat bersikap lebih adil dan jujur, sekalipun dari pihak Kristen sendiri.
Dalam berbagai macam bidang beberapa ulama Islam telah tampil dan berusaha menangkis tuduhan orang-orang Barat yang fanatik itu. Dan nama Syaikh Muhammad Abduh tentu yang paling menonjol dalam bidang ini. Tetapi mereka ini tidak menempuh metoda yang ilmiah -seperti didakwakan oleh penulis-penulis dan ahli-ahli sejarah Eropa, sebab hanya merekalah yang memakai cara itu.
Maksudnya supaya dalam menghadapi lawan alasan mereka lebih kuat. Kemudian lagi ulama Islam itu - dan Syaikh Muhammad Abduh yang terutama - telah dituduh atheis dan kufur. Maka argumentasi mereka itu menjadi makin lemah di depan lawan Islam.
SIKAP JUMUD DI KALANGAN PEMUDA
Tuduhan mereka itu sebenarnya memberi pengaruh besar dalam jiwa angkatan muda Islam yang terpelajar. Terkesan di kalangan pemuda itu, bahwa atheisma dan logika sejalan dengan ijtihad (aktif), sedang iman sama dengan Jumud (pasif). Oleh karena itu jiwa mereka gelisah. Mereka pergi membaca buku-buku Barat; dengan itu mereka akan mencari kebenaran, dengan keyakinan bahwa mereka tidak mendapatkan yang demikian itu dalam buku-buku kaum Muslimin. Dengan sendirinya buku-buku agama dan sejarah Kristen tidak juga terpikirkan oleh mereka; mereka sudah hanyut ke dalam buku-buku filsafat, yang dengan gayanya yang ilmiah itu mereka mencari setitik air yang akan menghilangkan
rasa dahaga akan kebenaran yang ada dalam jiwa mereka itu, dan dengan logika yang dikemukakannya sudah merupakan nyala suci yang masih tersembunyi dalam jiwa umat manusia dan dijadikannya pula alat komunikasi yang akan mengantarkan mereka kepada alam serta kebenaran yang tertinggi.
Dalam buku-buku Barat, baik dalam filsafat, etika atau humanities pada umumnya banyak sekali yang akan mereka dapati dengan sangat menarik hati, baik karena gayanya yang indah, atau karena logikanya yang kuat serta apa yang tampaknya hendak memperlihatkan adanya kemauan baik dan niat yang ikhlas hendak mencapai pengetahuan demi kebenaran. Oleh karena itu jiwa pemuda-pemuda itu jadi jauh dari pemikiran tentang agama-agama semua dan tentang risalah Islam serta pembawanya.
Sikap mereka itu guna menghindarkan diri jangan sampai timbul konflik antara mereka dengan kebekuan beragama sebab mereka yakin takkan dapat mengalahkannya, juga karena mereka tidak menyadari, betapa pentingnya hubungan yang akan mengangkat martabat manusia ke tingkat yang lebih sempurna, sehingga kekuatan moralnyapun akan berlipat-ganda.