Rabu 22 Apr 2020 12:28 WIB
Emansipasi Islam

Rasuna Said: Islam Tak Sempurna Bila Indonesia Tak Merdeka!

Kisah saat Rasuna Said di penjara

Hajjah Rangkayo (HR) Rasuna Said.
Foto: wikipedia
Hajjah Rangkayo (HR) Rasuna Said.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Purwadi Sadim, Jurnalis Senior dan Penulis Sejarah

Usianya masih relatif muda, 22 tahun, ketika Rasuna Said dijebloskan ke dalam sel Penjara Bulu, Semarang, di Jawa. Padahal, pengadilan pemerintah kolonial Belanda atas dirinya dilangsungkan di Landraad Payakumbuh, Sumatera Barat. Dan, itu terjadi tahun 1932.

Gadis belia tersebut menjadi narapidana politik karena lidahnya teramat tajam menggugat ketidakadilan pemerintah penjajah Belanda terhadap kaum pribumi. Lewat berbagai mimbar dan forum, ia tidak hanya memprotes kolonialisme, tapi juga menyerukan kepada bangsanya untuk berjuang merebut kemerdekaan yang telah direnggut penjajah.

Sejarah mencatat, dialah perempuan pertama di Indonesia yang menjadi korban dari Spreekdelict (delik mimbar), aturan yang dikeluarkan pemerintah kolonial Belanda untuk memberangus kebebasan berbicara di tanah jajahan. Para penjajah itu rupanya sangat ketakutan oleh kata-kata yang meluncur dari bibir seorang gadis cantik yang otaknya cemerlang dan nuraninya terang. Dialah Rasuna Said, seorang pengajar di Diniyah Putri, Padangpanjang, Sumatera Barat, sekaligus kader Partai Muslimin Indonesia (biasa disebut PMI atau Permi).

Tak pelak, tokoh pemuda pergerakan kemerdekaan Indonesia yang terkemuka, Soekarno, pun mengaggumi Rasuna. Insinyur muda yang menjadi Pemimpin Redaksi Majalah Fikiran Ra’jat itu pun kemudian membuat sebuah gambar sebagai protes ke Belanda atas pemidaaan gadis kelahiran Maninjau, Sumatera Barat, sekaligus sebagai apresiasi atas keberanian dan perjuangan Rasuna. Belakangan, keduanya pun menjadi sahabat, terutama setelah Indonesia berhasil memperjuangkan kemerdekaannya.

Koran Pemberita Makassar edisi 11-16 Januari 1933 memuat jalannya sidang pengadilan Rasuna di Payakumbuh itu secara berseri. Begini antara lain petikan jalannya sidang yang dicatat wartawan koran itu ketika pemeriksa atau penuntut mengajukan berbagai pertanyaan kepada Rasuna. Ejaan penulisannya telah disesuaikan dengan Ejaan yang Disempurnakan.

“Apa maksudnya dengan perkataan-perkataan ‘Salam Putri dan Putra yang belum merdeka, tetapi yang akan merdeka’ dan perkataan ‘Gouvernement Belanda akan hilang’?” tanya pemeriksa.

Rasuna pun menjawab, “Menurut keyakinan saya, satu bangsa yang belum merdeka itu lama-kelamaan akan mendapat kemerdekaannya. Keyakinan yang saya katakan itu ialah akan membangkitkan semangat bangsa saya. Satu bangsa berhak akan kemerdekaan. Maksud saya mengataken ‘Gouvernment Belanda akan hilang’ ialah karena di sini, di Indonesia ini, orang Belanda yang memerintah.”

“’Pergerakan kemerdekaan telah seperempat abad berkobarnya di Indonesia ini’, apa maksudnya?”

“Pergerakan Indonesia telah seperempat abad berkobarnya dengan kaum penjajah.”

“Siapa yang menjajah?”

“Orang Belanda.”

“Betulkah pergerakan-pergerakan yang timbulnya sekarang di dalem waktu yang sangat sempit?”

“Betul!”

“Apa maksudnya?”

“Pergerakan umum umpamanya kalau telah sempit lalu yang hadir bergerak karena, di Indonesia, aturan-aturan telah sempit.”

“Apa yang kamu maksud dengen aturan-aturan itu?”

“Ialah peraturan atawa kebiasaan memperhamba.”

“Itu ‘aturan-aturan yang sangat sempit sehingga Indonesia tidak bernapas lagi’, apa maksudnya dan apa artinya? Apa penghidupan orang Indonesia tidak senang hidupnya dan dari aturan-aturan apa yang tidak menjenangken?”

“Kata-kata ini semuanya adalah kata-kata sindiran semuanya.”

“Sesudah itu rakyat Indonesia minta merdeka, apa sebabnya?”

“Ya, karena tidak senang.”

“Kamu ada menerangkan bahwa, kalau Indonesia sebelum merdeka, Islam tidak akan sentosa dan Indonesia tidak pula aken merdeka….”

“Betul. Pergaulan hidup di Indonesia tidak akan sempurna kalau Indonesia belum merdeka dan agama pun tidak pula akan sampurna kalau Indonesia tidak merdeka”

“’Masyarakat Indonesia dirusakkan, begitu pun ekonomienya’, apa maksudnya?”

“Maksud saya ialah masyarakat Indonesia tidak akan selesai sebelun Indonesia merdeka.”

“Kamu ada mengatakan, ‘sebelum sempurna masyarakat itu hendaklah direbut dulu kemerdekaan Indonesia’. Begaimana direbut?”

“Diusahakan akan memerdekakan Indonesia dengen selekas-lekasnya, dengan menginsyafkan rakyat, memberi anggaran kerja yang dapat dikerjakan.”

“Kamu ada menerangkan imprealisme itu boekan orang Belanda, Inggris, Jepang, dll., tetapi adalah satu pahamnya, yaitu hendak menguasai kemerdekaan Indonesia. Apa yang dimaksudken dengan imprealisme?”

“Maksudnya ialah satu paham yang hendak mempengaruhi ekonomi dari bangsa lain.”

“Di mana sekarang ada imprealisme?”

“Imprealisme ada di seluruh dunia karena imprealisme itu bukanlah manusianya, nafsu yang hendak mempengaruhi ekonomi bangsa lain. Sepertid negeri Belanda, boleh jadi juga ada imprealisme Jepang, yaitu jang hendak mempengaruhi ekonomi bangsa Belanda.”

“Bagaimana orang lain bisa menguasai ekonomi orang lain dan apa artinya ekonomi?”

“Tentu dapat. Ekonomi artinya penghidupan orang lain.”

“Imprealisme itu akan memperbaiki rakyat. PMI tidak akan percaya, hanja sebaliknya. Sebab itu, PMI bekerja dengan haluan non-cooperation. Apa artinya dan apa maksudnya non-cooperation itu?

“Sifat Permi ‘menuju Indonesia Merdeka asal dengan non-cooperation’ dimaksudkan percaya kepada kekuatan sendiri. Tidak mau duduk dan bekerja dengan raad-raad yang diadakan oleh pemerintah. Politik itu dibagi dua, yaitu ada yang berhaluan dan ada pula yang tidak berhaluan non-cooperation.”

“Di manakah adanya imprealisme di Indonesia?”

“Imprealisme di Indonesia ada banyak. Ada imprealisme Inggris, Jepang, dan yang lain-lain, yang mempengaruhi rakyat dan ekonomi Indonesia dari dusun-dusun sampai di kota-kota.”

“Apakah dalam raad-raad tidak ada dibicarakan kepentingan di Indoensia, seperti di Volksraad misalnya?”

“Menurut kejakinan Permi, Volksraad tidak perlu, karena kami tidak akan bekerja bersama-sama dengen pemerentah. Di Volksraad cuma dibicarakan jang bagus-bagus saja, sedangkan soal kampung-kampung yang busuk-busuk tidak dibicarakan.”

“Kamu ada berkata bahwa Hindia Belanda adalah yang bagus-bagus seperti jalan yang diaspal, gedung-gedung yang bagus-bagus dan yang buruk-buruk dinamakan Indonesia. Apakah perkataan-perkataan ini tidak menyindir pada gouvernment?”

“Tidak.”

                       ****

Keterangan dan pembelaan Rasuna yang cerdas, tegas, dan berani itu membuat pemerintah kolonial Belanda semakin berang. Ia dijatuhi hukuman 1 tahun 2 bulan dan diasingkan ke Jawa serta dijebloskan ke penjara di Semarang.

Toh, jeruji besi penjara tak membuat Rasuna jera memperjuangkan nasib bangsanya. Setelah bebas, selain lewat mimbar-mimbar, Rasuna juga memperjuangkan kemerdekaan bangsa melalui tulisan-tulisan. Ia pada tahun 1935 membuat majalah Raya, yang kemudian dibredel pemerintah kolonial Belanda karena isinya banyak mengecam pemerintah.

Namun, ketika pindah ke Medan, Rasuna kembali menerbitkan media massa. Ia membuat koran Menara Poetri. Sayangnya, koran ini terpaksa ia hentikan penerbitannya karena banyak pelanggan yang menunggak pembayarannya. Namun, perjuangannya untuk mengabdikan diri kepada bangsa dan negaranya terus ia lanjutkan lewat berbagai aktivitas, bahkan sampai akhir hayatnya, 2 November 1955.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement