Kiai Sholeh Darat merupakan guru dari dua ulama karismatik, KH Ahmad Dahlan dan KH Hasyim Asy’ari, dua permata nusantara pendiri ormas Islam terbesar, Muhammadiyah dan Nadhlatul Ulama (NU). KH Shaleh Darat lahir di Desa Kedung, Jumbleng, Mayong, Kabupaten Jepara pada sekitar 1820.
KH Sholeh Darat juga murid dari ulama-ulama besar, seperti Sayyid Muhammad Ibn Zaini Dahlan dan Sayyid Muhammad Salih Az-Zawawi Al-Makki. Setelah pengajian, RA Kartini meminta kepada pamannya untuk menemaninya menemui Kiai Sholeh Darat.
Dalam pertemuan itu, ia mempertanyakan mengapa melarang penerjemahan Alquran ke dalam bahasa Jawa. Sementara, bagi umat Islam, Alquran merupakan bimbingan hidup bahagia bagi manusia. Dialog itu rupanya menginspirasi KH Sholeh Darat untuk menerjemahkan Alquran ke dalam bahasa Jawa.
Beberapa waktu kemudian, Kiai Sholeh Darat menerjemahkan 13 juz dan diberikan kepada RA Kartini sebagai hadiah perkawinan RM Joyodiningrat, Bupati Rembang. Bahkan, RA Kartini menyebutnya sebagai kado pernikahan yang tidak bisa dinilai manusia.
Adapun surat yang diterjemahkan Kiai Shaleh adalah Al-Fatihah sampai Surat Ibrahim. Kitab tafsir Faid al-Rahman yang disusunnya pun ditulis dalam bahasa Jawa menggunakan huruf Arab Pegon agar tidak menimbulkan kecurigaan pihak Belanda.
Selanjutnya, pandangan sinis RA Kartini kepada budaya dan agamanya pun mulai memudar. Dalam suratnya kepada Ny. Ovink-Soer RA Kartini mengaku ada yang berubah dalam dirinya.
Meski tidak banyak diekspos, RA Kartini sangat kuat memegang agama Islam. Hal itu diketahui dari suratnya tertanggal 21 Juli 1902 kepada Ny. Van Kol.
“Saya bertekad dan berupaya memperbaiki citra Islam yang selama ini kerap menjadi sasaran fitnah. Semoga kami mendapat rahmat, dapat bekerja membuat agama lain memandang Islam sebagai agama yang disukai," tulis RA Kartini kepada Ny. Van Kol.