REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Masjid Indonesia (DMI) memandang Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 14 Tahun 2020 tentang penyelenggaraan ibadah dalam situasi terjadinya wabah virus corona atau Covid-19 dibuat untuk mencerahkan umat. Sekretaris Jenderal DMI, Imam Addaruqutni menegaskan bahwa Fatwa MUI ini bukan bermaksud untuk mengikuti kebijakan yang aneh-aneh dan menakuti masyarakat.
Imam menjelaskan, Fatwa Nomor 14 Tahun 2020 dibuat Komisi Fatwa MUI untuk menghilangkan keraguan di kalangan masyarakat. Karena pengetahuan masyarakat Indonesia tentang wabah Covid-19 berbeda-beda.
"Fatwa ini dimaksudkan supaya ketika pemerintah berbicara seperti itu (mengimbau masyarakat untuk tidak berkerumun di mana pun), tidak sampai menimbulkan kegaduhan dalam masyarakat dan jamaah," kata Imam kepada Republika, Selasa (17/3).
Ia menerangkan, memang ada sejumlah udzhur syar'i yakni segala halangan sesuai kaidah syariat Islam yang menyebabkan seorang boleh tidak melakukan kewajiban atau boleh mengganti kewajibannya. Bahkan ada udzhur syar'i menyampaikan jika terjadi hujan tidak perlu melaksanakan Shalat Jumat.
Sementara saat ini situasinya sedang ada wabah Covid-19. Secara kasat mata virus ini memang tidak kelihatan tapi korbannya sudah cukup banyak. Dikeluarkannya Fatwa MUI tentang shalat Jumat dan shalat berjamaah di tengah situasi mewabahnya Covid-19 adalah bentuk kepekaan terhadap sebuah suasana.
"Menurut saya (Fatwa MUI) ini termasuk pencerahan. Kalau wabah ini (parah) kemudian orang shalat berjamaah, biasanya imam mengatakan rapatkan shaf maka bisa sebaliknya imam mengatakan jarangkan shaf atau beri jarak shaf," ujarnya.
Menurutnya, Fatwa MUI ini dikeluarkan untuk mencerahkan masyarakat, jadi bukan berarti MUI mengikuti pendapat yang aneh-aneh. Fatwa MUI juga bukan untuk membuat masyarakat ketakutan untuk datang ke masjid. "Jauh dari maksud itu, tapi kewaspadaan itu dapat diselenggarakan dengan cara yang bijak," jelasnya.
Salah satu Fatwa MUI Nomor 14 Tahun 2020 menyampaikan, dalam kondisi penyebaran wabah Covid-19 tidak terkendali di suatu kawasan yang mengancam jiwa. Maka umat Islam tidak boleh menyelenggarakan shalat Jumat di kawasan tersebut. Sampai keadaan menjadi normal kembali dan wajib menggantikannya dengan shalat Dzuhur di tempat masing-masing.
Umat Islam juga tidak boleh menyelenggarakan aktivitas ibadah yang melibatkan orang banyak dan diyakini dapat menjadi media penyebaran wabah Covid-19. Seperti jamaah shalat lima waktu atau rawatib, shalat Tarawih dan Ied di masjid atau tempat umum lainnya, serta menghadiri pengajian umum dan majelis taklim.