Selasa 18 Feb 2020 20:55 WIB

Draft Akhir Omnibus Law, Ormas Dilibatkan Produk Halal

Kemenag ingin usaha mikro dan kecil (UMK) bebas biaya sertifikasi halal.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Muhammad Fakhruddin
Ilustrasi Omnibus Law Halal
Foto: Republika/Kurnia Fakhrini
Ilustrasi Omnibus Law Halal

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Ormas-ormas Islam akan dilibatkan untuk menetapkan kehalalan produk sebagai upaya percepatan pelaksanaan Undang-Undang Jaminan Produk Halal (UU JPH). Hal ini diatur dalam rancangan Omnibus Law atau RUU Cipta Kerja.

Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) menyampaikan bila tidak ada perubahan lagi pada RUU Cipta Kerja maka ormas Islam yang berbadan hukum bisa mengeluarkan fatwa halal. Sementara Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi menyampaikan bahwa hal tersebut sebagai upaya percepatan pelaksanaan jaminan produk halal.

Menag mengatakan, dalam RUU Cipta Kerja ide Kemenag sebenarnya hanya dua. Pertama, percepatan pelaksanaan jaminan produk halal. Kedua, Kemenag ingin usaha mikro dan kecil (UMK) bebas biaya sertifikasi halal.

Mengenai upaya percepatan, Menag mengatakan, muncul ide melibatkan ormas Islam untuk membantu percepatan pelaksanaan jaminan produk halal. Sehingga tidak hanya Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang bekerja. 

 

"Ide kami sebenarnya dua saja, satu bagaimana ada percepatan, kedua kita ingin usaha mikro dan kecil bebas biaya (sertifikasi halal). Kemudian bicara percepatan, muncul tadi beberapa ide percepatan bagaimana kalau tidak semata (hanya melibatkan) MUI, ada yang lain juga ikut membantu," kata Menag kepada Republika di Kantor Kemenag, Selasa (18/2). 

Menag juga mengatakan, sekarang UU JPH sudah masuk ke RUU Cipta Kerja jadi tunggu saja pembahasan di DPR RI. Sebelumnya, Sekretaris BPJPH, Muhammad Lutfi Hamid mengatakan, jika tidak ada perubahan lagi dalam RUU Cipta Kerja maka ormas Islam bisa mengeluarkan fatwa halal. 

"Sesuai dokumen draft (RUU Cipta Kerja) itu jika tidak ada perubahan berarti ormas Islam yang berbadan hukum dapat mengeluarkan fatwa halal juga," katanya kepada Republika, Senin (17/2) malam.

Seperti diketahui, pada UU JPH dalam melaksanakan kewenangannya BPJPH hanya bekerja sama dengan Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) dan MUI. Sedangkan dalam RUU Cipta Kerja aturan barunya adalah ormas Islam yang berbadan hukum juga jadi pihak yang bisa diajak kerja sama oleh BPJPH.

Pada revisi pasal-pasal UU JPH selanjutnya dalam RUU Cipta Kerja, ormas Islam dan MUI akan dilibatkan mengeluarkan fatwa hasil pemeriksaan dan/ atau pengujian kehalalan produk (Pasal 32), dan penetapan fatwa kehalalan produk (Pasal 33). Sementara dalam UU JPH, sidang fatwa halal itu hanya bisa dilakukan MUI.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement