Jumat 14 Feb 2020 14:02 WIB

Awal Mula Pendirian Ibu Kota Mesir (1)

Pemilihan ibu kota Mesir diinisiasi oleh sahabat Nabi.

Rep: Imas Damayanti/ Red: Muhammad Hafil
Awal Mula Pendirian Ibu Kota Mesir (1). Foto:  Suasana kota mati atau bangunan kuburan yang terletak di Kota Kairo, Mesir, Selasa (9/9).  (Republika/Agung Supriyanto)
Awal Mula Pendirian Ibu Kota Mesir (1). Foto: Suasana kota mati atau bangunan kuburan yang terletak di Kota Kairo, Mesir, Selasa (9/9). (Republika/Agung Supriyanto)

REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Setelah cahaya-cahaya Islam tersebar, rakyat Mesir pada akhirnya dapat menyaksikan ibu kota baru Islam di wilayah tersebut. Dialah Kota Fusthat, kota yang layak dipilih karena letak geografisnya yang strategis.

Kota Fusthat saat ini merupakan bagian dari Kota Kairo atau biasa dikenal dengan sebutan Kairo Lama. Di masa awal Islam berkuasa di Mesir, pemilihan ibu kota baru selain wilayah Alexandria diinisiasi oleh Khalifah Umar bin Khattab dan Amr bin Ash kala itu.

Baca Juga

Langkah selanjutnya setelah disepakati Fusthat sebagai ibu kota baru, maka pembangunan pun dimulai. Dalam buku Sejarah Bangsa Mesir karya As-Sayyid Abdul Aziz Salim dan Sahr as-Sayyid Abdul Salim dijelaskan, Kota Fusthat kala itu merupakan tempat yang layak dari sisi militer, perkantoran, atau suatu tempat yag menjadikan warganya aman dari serangan-serangan.

Terlebih adanya gunung Muqatham di sebelah timur Fusthat membuat wilayah tersebut memiliki ‘perisai’ dari serangan musuh. Sekaligus, gunung tersebut juga aman dari ancaman banjir luapan sungai Nil. Selain itu wilayah tersebut juga memudahkan kepentingan sampainya bahan makanan pokok dalam waktu yang tepat, karena wilayah itu dekat dengan daerah-daerah pertanian.

 

Pada masa awal pendirian ibu kota, Amr bin Ash yang memimpin penakhlukkan Mesir di bawah komando Sayyidina Umar bin Khattab mendirikan masjid. Masjid tersebut diberi nama dengan namanya sendiri dan merupakan masjid dengan karakteristik jami. Masjid tersebut juga dikenal dengan sebutan, Masjid Jami Al-Fath atau Taj Al-Jawami.

Dari masjid itulah, Amr bin Ash bersama jajarannya menyusun strategi pembangunan ibu kota Fusthat. Masjid tersebut juga semacam menjadi pusat kendali pembangunan dan keagamaan yang penting di antara pusat-pusat pembangunan lain.

Masjid yang dikelilingi oleh pusat-pusat strategis seperti pasar, pemukiman warga, hotel-hotel, hingga istana itu juga mengambil peranan sebagai wadah berpolitik para petinggi Islam. Karena begitu sentralnya peran dari masjid tersebut, Amr bin Ash hingga membangun kediamannya di samping masjid itu.

Kemudian, para suku-suku Arab juga ikut dalam penakhlukkan datang dan bersaing dalam mendapatkan tempat-tempat di sekeliling masjid. Untuk itulah, Amr bin Ash berpendapat bahwa diperlukan pengaturan khusus terhadap kabilah-kabilah yang akan menempati wilayah di sekeliling Masjid Jami Amr bin Ash.

Garis-garis dan lajur-lajur pun dinamakan dengan nama kabilah-kabilah yang ada. Ada garis pemegang panji, garis Mahrah, garis Tujib, garis Lakham, garis Yahshab, garis Bani Wail, garis Khaulan, garis Madzhaj, garis Wa’lan, dan seterusnya. Suku-suku yang menempati garis-garis tersebut kemudian membentuk masyarakat ibu kota baru negeri Islam Mesir, yang di kemudian hari dikenal dengan nama Fusthat.

Usai melakukan itu, Amr bin Ash juga tak lupa mendirikan rumah untuk Sayyidina Umar bin Khattab dan mengiriminya surat. Kemudian Amr mendapatkan balasan surat yang berisi mengenai instruksi untuk mendirikan pasar untuk kaum Muslimin.

Tak hanya itu, Sayyidina Umar juga berpesan kepada Amr bin Ash untuk merobohkan sebuah bangunan. Bangun itu merupakan kamar yang tinggi milik Kharijah bin Hudzafah. Tujuan Kharijah mendirikan bangunan itu adalah agar dapat mengintai melihat aurat tetangga-tetangganya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement