Jumat 07 Feb 2020 19:18 WIB

Terowongan Istiqlal-Katedral Diproyeksi Jadi Ikon Toleransi

GPIB mengapresiasi rencana pembangunan terowongan Istiqlal-Katedral.

Rep: Imas Damayanti/ Red: Muhammad Hafil
Terowongan Istiqlal-Katedral Diproyeksi Jadi Ikon Toleransi. Foto: Sejumlah jemaah Gereja Katedral usai memarkirkan kendaraannya di Masjid Istiqlal, Jakarta, Senin (25/12).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Terowongan Istiqlal-Katedral Diproyeksi Jadi Ikon Toleransi. Foto: Sejumlah jemaah Gereja Katedral usai memarkirkan kendaraannya di Masjid Istiqlal, Jakarta, Senin (25/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Rencana pembangunan terowongan Masjid Istiqlal-Gereja Katedral disambut baik para kedua agama, yakni Islam dan Kristen. Nantinya, terowongan tersebut diproyeksi bakal menjadi ikon toleransi dan kerukunan umat beragama di Indonesia.

Wakil Kepala Humas Masjid Istiqlal Abu Hurairah mengatakan, ikon toleransi di Indonesia memang diperlukan. Dia menyebut, rencana pembangunan terowongan yang dinamai Terowongan Silaturrahim ini akan masuk dalam tahap kajian detail.

Baca Juga

“Terowongan itu nanti bisa jadi ikon toleransi di Indonesia,” kata Abu saat dihubungi Republika, Jumat (7/2).

Seperti diketahui, Presiden Jokowi telah menyepakati proyek renovasi Masjid Istiqlal. Di dalamnya dimasukkan rencana pembangunan Terowongan Silaturrahim yang menghubungkan dua tempat ibadah dari agama yang berbeda.

Pelaksanaan renovasi Masjid Istiqlal memang telah dimulai sejak 6 Mei 2019 lalu, namun untuk pembangunan proyek Terowongan Silaturrahim masih dalam tahap kajian. Abu menjelaskan, saat ini pihak Masjid Istiqlal sangat mendukung pernyataan Presiden Jokowi dan bakal menindaklanjutinya dengan menggandeng elemen-elemen berbeda.

Adapun tekhnis pembangunan proyek terowongan tersebut dinilai bakal mempertimbangkan sejumlah aspek. Antara lain kontur tanah, kesiapan saluran air, dan teknis pembangunan lainnya. Kesiapan tersebut dibutuhkan agar pembangunan nantinya dapat menjadikan ikon toleransi yang dapat berlangsung secara terus-menerus.

“Detilnya mungkin nanti orang PUPR (Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat) yang desain, kita beri masukan-masukan saja jika dibutuhkan,” ungkapnya.

Sedangkan untuk pendanaan, pihaknya mengaku belum mengetahui lebih jauh sumber dana yang akan digunakan. Namun besar kemungkinan sumber dana tersebut berasal dari kas negara sebagaimana proyek pembangunan Masjid Istiqlal yang juga menggunakan dana tersebut.

Status Masjid Istiqlal sebagai aset nasional, kata dia, menjadi hal alasan kuat penggunaan kas negara untuk proyek renovasi tersebut. Namun demikian dia menggarisbawahi, Masjid Istiqlal tak akan membuka kemungkinan penggalangan dana untuk pembangunan Terowongan Silaturrahim ataupun proyek renovasinya.

“Kita enggak akan buka penggalangan dana untuk itu (pembangunan Terowongan Silaturrahim), kalau pun ada orang yang mau menyumbang untuk itu, sepertinya tidak boleh,” kata dia.

Dari sisi efektivitas, pembangunan Terowongan Silaturrahim juga akan meningkatkan efisiensi di berbagai aspek. Lumrah diketahui bahwa selama ini, kata dia, para jemaat Gereja Katedral sering menggunakan halaman parkir Masjid Istiqlal untuk memarkirkan kendaraan ketika hendak beribadat.

Hal itu membuat para jemaat sering kerepotan untuk menyebrang karena harus memutar terlebih dahulu. “Jadi kalau lewat jalan biasa, itu muter itu para jemaat gereja. Jauh sekali. Jadi ada yang sudah tua, pakai tongkat, jalan muter-muter kan kasihan,” ungkapnya.

Namun dengan hadirnya terowongan tersebut nanti, dia berharap para jemaat akan mendapatkan efektivitas waktu dan tenaga yang cukup untuk beribadah. Pun yang tak kalah penting, nilai toleransi dari hadirnya terowongan tersebut akan sangat bermakna.

Sebelum rencana ini diaminkan oleh Presiden Jokowi, dia mengatakan bahwa rencana pembangunan terowongan tersebut telah digagas lama oleh Imam Besar Masjid Istiqlal Prof Nasaruddin Umar. Menurut beliau, gagasan awal itu bermula dari hadirnya tembok yang membatasi kedua tempat ibadah tersebut.

“Awalnya Imam Besar itu berencana mau merubuhkan tembok yang membatasi katedral dengan masjid, tapi sepertinya rencana itu bisa dikatakan terlalu berbahaya jika ditinjau dari aspek keamanan. Maka muncullah ide mendirikan terowongan ini,” kata dia.

Ketua Komisi Gereja Protestan di Indonesia Bagian Barat (GPIB) Paulus Jakarta, Jerry Sumampow mengatakan, rencana pembangunan terowongan tersebut patut diapresiasi. Menurutnya, toleransi merupakan ciri dari peradaban maju sebuah bangsa yang majemuk.

“Kita memang butuh simbol-simbol yang dapat memperkuat toleransi dan kerukunan di tengah bangsa yang majemuk ini,” kata Jerry.

Dia menceritakan bahwa pembangunan Masjid Istiqlal pun yang digagas oleh Presiden Soekarno sengaja didekatkan dengan Gereja Katedral. Hal itu merupakan gagasan kerukunan, keagamaan, dan sekaligus menjadi ikon negara yang beragama.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement