Selasa 04 Feb 2020 22:47 WIB

Partisipasi Muslim Iowa Pilih Capres AS

Islamofobia di AS membuat muslim lebih aktif terlibat di politik.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Muhammad Hafil
Partisipasi Muslim Iowa Pilih Capres AS. Foto: Kegiatan Muslim di AS (Ilustrasi).
Foto: VOA
Partisipasi Muslim Iowa Pilih Capres AS. Foto: Kegiatan Muslim di AS (Ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, IOWA -- Pada Senin (3/1) malam, komunitas Arab-Muslim di Negara Bagian Iowa, Amerika Serikat (AS) menyambangi lima masjid yang tersebar di wilayah itu. Mereka berpartisipasi dalam kaukus, sebuah pertemuan internal untuk mendiskusikan serta memilih calon presiden (capres) dari Partai Demokrat.

Ini pertama kalinya pusat-pusat Islam difungsikan sebagai situs untuk pertemuan partai. Kendati demikian komunitas Arab-Muslim di Iowa tak keberatan. Mereka yang berpartisipasi dalam kaukus justru meningkat jika dibandingkan pilpres AS 2016 lalu.

Baca Juga

Mohammed Ali adalah salah satu warga yang sangat menyadari hal tersebut. Pada 2016, Ali adalah sukarelawan dalam tim kampanye calon kandidat presiden Demokrat, Bernie Sanders.

Menurut Ali, kala itu, tak banyak komunitas Arab-Muslim di Iowa yang berpartisipasi dalam kaukus. "Mereka hanya tidak memiliki kepercayaan diri atau mereka tidak nyaman," katanya saat diwawancara Aljazirah.

Dia menduga saat itu Muslim di Iowa juga tak memiliki hasrat atau motivasi yang besar untuk terlibat politik. Mereka takut menjadi sasaran diskriminasi. Apalagi kala itu Donald Trump telah mengembuskan sentimen anti-Islam dalam kampanyenya.

Namun saat ini berbeda, komunitas Muslim-Arab di Iowa berduyun-duyun mengikuti kaukus. "Sangat besar, sungguh luar biasa," kata Ali saat ditanya tentang jumlah mereka yang hadir.

Menurut Ketua Muslim Caucus of America Rummi Khan difungsikannya masjid sebagai tempat penyelenggaraan Iowa memberi efek pada peningkatan partisipasi komunitas Arab-Muslim. "Itu berarti memiliki tempat aman yang inklusif dan tidak akan memberi mereka friksi dalam proses," ujarnya.

Khan berpendapat banyak Muslim di Iowa sangat termotivasi untuk memastikan mereka berpartisipasi dalam putaran tersebut. "Jika kita tidak menceritakan kisah kita, tidak akan ada yang mau," kata dia.

Hal senada juga disampaikan Ako Abdul-Samad. Ia adalah satu-satunya legislator Muslim di Iowa. "Saya pikir sekarang umat Islam akan keluar karena kita sekarang menyadari bahwa jika kita tidak menceritakan kisah kita, tidak ada orang lain yang mau," ucapnya.

Abdul-Samad menyadari masih banyak kandidat beranggapan bahwa komunitas Muslim merupakan entitas yang tak layak dicapai. Namun dalam beberapa tahun terakhir, telah terjadi perubahan. Para kandidat secara aktif mencari dukungan mereka.

Menurut Paw Research, Muslim membentuk satu persen dari 3,1 juta penduduk Iowa. Namun mereka terbukti sangat penting bagi para kandidat untuk dapat terpilih.

Meningkatnya partipasi Muslim Amerika dalam politik praktis tak dapat dilepaskan pula dari fenomena Islamafobia. Menurut indeks tahunan Institute for Social Policy and Understanding (ISPU), Islamofobia terus meningkat di AS.

Hal itu terjadi sejak Trump mulai menjabat sebagai presiden AS pada awal 2017. The Council on American-Islamic Relations (CAIR) mengatakan partisipasi politik Muslim AS meningkat seiring dengan propaganda dan kebijakan anti-Muslim Trump.

Hal itu termasuk serangan-serangan yang dilancarkan Trump terhadap Rashida Tlaib dan Ilhan Omar. Mereka adalah wanita Muslim pertama yang berhasil duduk di Kongres AS. Keduanya terpilih dalam pemilu Kongres yang digelar pada 2018 lalu.

Menurut Emgage, sebuah organisasi yang memantau partisipasi sipil, jumlah Muslim Amerika yang berpartisipasi dalam pemilu sela pada 2018 bersejarah. Salah satu faktor yang melatarinya adalah meningkatnya Islamofobia.

Pada 2018, ISPU sempat merilis poling tahunan ketiganya. ISPU menemukan bahwa kejahatan kebencian terhadap Muslim di AS telah meningkat ke level yang belum pernah terjadi sebelumnya. Hal itu tak dapat dipisahkan dari kampanye kepresidenan Trump yang mengikuti pilpres AS pada akhir 2016.

Kendati demikian, merebaknya fenomena dan kasus Islamofobia di AS telah mendorong Muslim di sana untuk terlibat lebih aktif secara politik, termasuk dalam politik elektoral.

Menurut ISPU, motivasi utama mereka adalah hendak mengubah apa yang dilihatnya sebagai pergeseran bias di negaranya.

"Sisi baiknya dari semua ini adalah bahwa selama beberapa tahun terakhir umat Islam terus mengalami kenaikan dalam persentase yang melaporkan terdaftar untuk memilih," ungkap Direktur Penelitian ISPU Dalia Mogahed kala itu.

"Sementara banyak hal menjadi lebih sulit, respons dalam banyak kasus adalah keterlibatan yang lebih besar, bukan isolasi. Muslim (AS) kurang puas dengan arah negara tetapi mereka lebih terlibat secara politik," kata Mogahed menambahkan. Mogahed diketahui pernah menjabat sebagai penasihat urusan Muslim selama era pemerintahan Barack Obama.

Berdasarkan hasil jajak pendapat yang dilakukan ISPU, hampir 75 persen Muslim di AS mengatakan mereka terdaftar untuk berpartisipasi dalam pemilu pada 2018. Jumlah itu meningkat tujuh persen dibandingkan hasil jajak pendapat yang dilakukan ISPU pada 2017.

Selain Rashida Tlaib dan Ilhan Omar, terdapat puluhan calon Muslim lainnya yang berkontestasi dalam berbagai pemilihan di seluruh AS pada 2018, mencakup pemilihan jabatan di dewan kota dan gubernur.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement