Senin 03 Feb 2020 16:00 WIB

ACT Beberkan Rumitnya Tembus Akses ke Muslim Uighur Xinjiang

Pemerintah China disebut membatasi akses relawan ke Muslim Uighur.

Rep: Abdurrahman Rabbani/ Red: Nashih Nashrullah
Pagar penjagaan di kamp penahanan, yang secara resmi disebut pusat pendidikan keterampilan di Xinjiang untuk Muslim Uighur.
Foto: Reuters/Thomas Peter
Pagar penjagaan di kamp penahanan, yang secara resmi disebut pusat pendidikan keterampilan di Xinjiang untuk Muslim Uighur.

REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG SELATAN — Pemerintahan China mengawasi ketat serta membatasi akses para relawan menyalurkan bantuan untuk Muslim Uighur di Xinjiang.

Pernyataan ini disampaikan Presiden Aksi Cepat Tanggap (ACT), Ibnu Khajar usai diskusi bertema "Tragedi Uighur Fakta atau Hoax?" di Serpong, Tangerang Selatan, Senin (3/2).  

Baca Juga

Dia menyebutkan relawan ACT berupaya menembus Xinjiang guna menyerahkan bantuan dan donasi yang terkumpul. Sayangnya, aparat Tiongkok melarang relawan asing masuk lebih dekat ke Xinjiang. 

Dia menjelaskan, pihaknya memberikan bantuan beasiswa kepada anak-anak, bantuan biaya hidup kepada keluarganya. Alhamdulillah bantuan dari umat Islam Indonesia telah mulai kita salurkan kepada mereka, bantuan biaya hidup, bantuan agar mereka memiliki keahlian. “Bantuan-bantuan kita ini hanya bisa diserahkan kepada mereka yang di luar Xinjiang," jelas kata dia.

Saat ini, kata dia, beberapa keluarganya mengungsi ke wilayah-wilayah di luar Xinjiang, ada di Uzbekistan, di Turki, di tempat-tempat yang lain.   

Ibnu Khajar menceritakan, bagaimana pengakuan relawan-relawan ACT menghadapi banyak kesulitan untuk mengenali etnis Muslim Uighur. 

Mereka disebutkan mengalami trauma psikologis berat, lantaran tak berani terang-terangan menunjukkan aktivitasnya sebagai penganut Muslim.

"Kita datang mengucapkan salam kepada mereka, lalu mereka untuk menjawab salam itu harus lirik kiri dan kanan, begitu takutnya mereka diawasi. Begitupun saat kita masuk ke masjid, bertanya identitas segala macam guna mendata penyaluran bantuan, mereka langsung merasa ketakutan dan membubarkan diri, kita menyebut Uighur saja mereka nggak berani merespons," ungkapnya.

Beberapa waktu lalu, kelompok HAM termasuk Amnesty International dan Human Rights Watch memberikan laporan kepada komite PBB mengenai penahanan massal di Kamp Konsentrasi.Di sana, para tahanan dipaksa dan dicuci otak agar tunduk pada ideologi komunisme.

"Kita meyakini dari data-data valid yang dilansir oleh Amnesty International dan lembaga-lembaga yang sudah melakukan proses investigasi sudah menemukan terjadinya pembentukan kamp konsentrasi di Uighur," kata dia.  

Forum Dewan Kemanan Masjid (DKM) Kota Tangsel mengajak umat Islam mengumpulkan bantuan bagi Muslim Uighur. Disampaikan pula, bahwa tragedi Uighur adalah fakta di mana terjadi kekerasan oleh negara terhadap etnis Muslim di Xinjiang.

"Diskusi membahas situasi sebenarnya di Uighur ini penting, untuk mengedukasi masyarakat pula bahwa tragedi di sana itu fakta. Kan ada juga beberapa ormas di Indonesia yang berkunjung ke sana dan menyebut di sana biasa-biasa saja. Kelemahannya, mereka yang mengecek ke sana tidak memiliki kapasitas untuk investigasi. Sehingga apa yang ditunjukkan pemerintah Tiongkok hanya luarnya saja, yang ditunjukkan itu ada pelatihan menjahit, pelatihan BLK, dan sebagainya," jelasnya.

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement