REPUBLIKA.CO.ID, NEW DELHI -- Perdana Menteri India Narendra Modi menyebut Undang-Undang Kewarganegaraan atau The Citizenship Amandement Act (CAA) tidak anti-Muslim. Hal itu disampaikan di depan simpatisan partainya, Bharatiya Janata Party (BJP) yang menyelenggarakan rapat umum di New Delhi, Ahad (22/12).
"UU itu tidak berdampak 1,3 miliar rakyat India, dan saya harus meyakinkan warga Muslim India UU ini tidak akan mengubah apa pun untuk mereka," kata Modi di depan seribuan pendukungnya.
Modi menyebut, pemerintahannya melakukan reformasi tanpa bias agama. "Kami tidak pernah bertanya kepada siapa pun apakah mereka pergi ke kuil atau masjid ketika datang untuk mengimplementasikan skema kesejahteraan," katanya.
Partai nasionalis pimpinan Modi itu juga berencana mengadakan lebih dari 200 konferensi pers guna menghadapi protes terhadap CAA. Kemarahan atas UU Kewarganegaraan itu semakin memanas dan CAA juga disebut oleh kritikus sebagai sebuah serangan terhadap konstitusi sekuler India.
Rakyat India telah berdemonstrasi sejak CAA disahkan pada 11 Desember lalu. Demonstrasi yang direspons dengan keras oleh aparat keamanan itu menolak CAA lantaran bersifat diskriminatif terhadap Muslim.
Setidaknya 21 orang tewas dalam bentrokan dengan polisi ketika ribuan orang keluar di jalan-jalan di kota-kota di seluruh negeri untuk memprotes. Hal ini adalah tantangan terbesar kepemimpinan Modi sejak ia pertama kali berkuasa pada 2014.
CAA mengizinkan orang-orang dari Pakistan, Bangladesh, dan Afghanistan mengajukan kewarganegaraan India. Namun, UU itu hanya berlaku bagi pemeluk agama Hindu, Sikh, Kristen, Jain, Parsis dan Buddha. Islam tidak disebut dalam UU tersebut. UU ini kemudian dipandang dirancang untuk mengusir migran Muslim yang masuk ke India.