Selasa 03 Dec 2019 18:10 WIB

Tantangan Dakwah di Era Digital Lebih Kompleks

Dakwah perlu menyasar kalangan milenial.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Muhammad Hafil
Diskusi dakwah di masjid (ilustrasi)
Foto: Republika TV
Diskusi dakwah di masjid (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat Majelis Ulama Indonesia (MUI) menggelar Rapat Koordinasi Dakwah Nasional Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat MUI Pusat, di Hotel Grand Cempaka, Jakarta Pusat, pada Selasa (3/12). Deputi II Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) Asrorun Ni'am menjadi salah satu pembicara.

Dalam kesempatan itu Asrorun Ni'am menyampaikan materi tentang dakwah digital di era industri 4.0 bagi kalangan milenial. Dia menjelaskan, dakwah itu pada hakekatnya mengajak sehingga dengan begitu harus mengerti kondisi orang yang diajak, termasuk juga kecenderungannya. Sebab menurutnya tantangan dakwah sekarang ini lebih kompleks.

Baca Juga

"Tren anak-anak milenial itu seperti apa. Mereka ini kan simple, instan, dan juga tidak bertele tele, efisien, efektif. Ini yang perlu dipahami ketika kita mau melakukan aktivitas dakwah kepada mereka," tutur dia kepada Republika.co.id usai acara.

Dakwah pada saat ini perlu melalui platform yang biasa digunakan oleh kalangan milenial. Misalnya media sosial yang beragam jenisnya. Bahasa yang disampaikan pun menurutnya harus sederhana dan tidak terkesan menggurui serta memberi teladan.

"Dan juga menyampaikan hal yang inovatif, motivasi, itu jauh lebih efektif, akan masuk pesan dakwah daripada hanya sekadar ceramah yang bersifat verbal. Itulah diperlukan inovasi bagi para dai dengan mengadaptasi perubahan masyarakat," ungkapnya.

Asrorun menerangkan, hal itu pula yang sebetulnya diwariskan oleh Rasulullah SAW. Sebab Rasulullah diutus dengan menggunakan bahasa kaumnya dan bukan hanya bahasa verbal. Tapi juga bagaimana menyelami tradisi, kebiasaan, dan kecenderungan dari kaum yang akan dijadikan objek dakwah itu.

Karena itu juga, ketika seorang dai hendak berdakwah, maka harus disesuaikan dengan kondisi masyarakatnya. Ketika objek dakwahnya seniman, maka dengan pendekatan seni.

"Itulah hakekat kontekstualitas dalam dakwah, dan ini menunjukkan sisi-sisi universal. Jangan sampai ketika berdakwah, orang justru menjauh karena kita tidak sensitif terkait kebutuhan dan juga kondisi si calon penerima pesan dakwah itu," tutur dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement