Pada awalnya, Ustazah Utin memang berkecimpung di dalam kumpulan dan komunitas majelis taklim perempuan. Dari sana ia me lihat masih banyak perempuan yang kian terpuruk apabila terjadi suatu hal yang buruk terhadap suaminya.
Misalnya, baik itu dari usia suami yang lebih dulu dipanggil Allah SWT maupun kesulitan mencari nafkah yang mendera. Dari sini, dia terpanggil untuk memberikan sejumlah pengalaman dan ilmu agar kaum ibu dapat berdikari dan membantu me no pang ceruk nafkah keluarga.
"Meski bukan jadi kewajiban yang utama bagi perempuan cari nafkah, tapi di kala nafkah memang sedang paceklik, perempuan bisa jadi bumper keluarga. Agar terus sur vive," kata dia.
Tak lelah, dia mengajarkan kepada kaum ibu untuk terus dapat ber produksi di bidang pertanian. Baik itu menanam sejumlah tanaman hortikultura maupun melakukan budi daya ternak hewan unggas atau menjual hasil-hasil pertanian.
Jauh sebelum mengampa nye kan gerakan ketahanan pa ngan dan ekonomi di lingkup keluarga, Utin sudah sejak lama aktif un tuk memperjuangkan jilbab bagi perempuan di lingkup so sial. Se belum 1982, penggunaan jilbab di lingkup pekerjaan dan so sial belum semasif se karang.
Di sana, dia merasa terpanggil dan kemudian melakuan jejaring untuk menggaet sejumlah pesantren untuk bersuara memperjuangkan jilbab. Dia percaya bahwa jilbab adalah anjuran bagi setiap Muslimah sebagaimana yang diamanatkan dalam Alquran.
"Saya sosialisasi ke sejumlah pesantren saat itu hanya untuk mengajak mereka menyuarakan pesan dari Alquran surah an-Nur ayat 31 dan al-Ahzab ayat 59 tentang jilbab," kata dia.
Setelah sekian lama menuntut hak bagi kaum Muslimah di ranah publik untuk berjilbab, dia mengaku bersyukur akhirnya jilbab dapat menjadi tren di kalangan masyarakat saat ini. Tak lupa dia juga mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya kepada sejumlah desainer jilbab yang telah ikut serta menjadikan tren hijab kian membumi.
Ikuti Whatsapp Channel Republika
