Jumat 01 Nov 2019 04:00 WIB

Shalat Tahajud, Sebaiknya Dilakukan Berjamaah atau Sendiri?

Shalat tahajud boleh dilakukan sendirian atau berjamaah.

Umat Muslim saat melaksanakan shalat (ilustrasi).
Foto: Republika/Agung Supri
Umat Muslim saat melaksanakan shalat (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, Tahajud merupakan shalat sunah paling utama yang dianjurkan Rasulullah. Dan, Allah SWT memuji hamba-Nya yang selalu menyempatkan bangun di sepertiga malam bermunajat kepada-Nya. 

Allah berfirman, “Dan pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai ibadah tambahan. Mudah-mudahan Tuhanmu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji.” (QS-al-Isra` [17]: 79).

Baca Juga

Rasulullah menegaskan dalam hadisnya, dari Abu Hurairah berkata Rasulullah bersabda, “Sebaik-baiknya puasa setelah puasa Ramadhan adalah puasa di bulan Muharram dan sebaik-baik shalat setelah shalat wajib adalah shalat malam.” (HR Muslim). Pada umumnya, shalat sunah dilakukan dengan dua rakaat, begitu juga dengan shalat tahajud.

Rasulullah mengajarkan, sebaiknya shalat malam (tahajud) itu dilakukan dengan dua rakaat dua rakaat dan ditutup dengan shalat witir. Diriwayatkan dari Ibnu Umar, seorang laki-laki bertanya kepada Rasul tentang shalat malam, Rasul menjawab, “Shalat malam itu dua rakaat dua rakaat. Jika salah seorang dari kalian khawatir akan masuk waktu Subuh, hendaklah dia shalat satu rakaat sebagai witir (penutup) bagi shalat yang telah dilaksanakan sebelumnya.” (HR Bukhari dan Muslim).

Sebaik-baik shalat sunah jika dikerjakan di rumah dan sendiri-sendiri, demikian pula dengan shalat tahajud. Rasul sering melakukannya sendirian, akan tetapi beliau tidak melarang jika ada sahabat atau orang lain yang ingin melakukannya berjamaah bersama beliau.

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, ia berkata, “Saya tidur di rumah Maimunah (istri Nabi) dan Nabi sedang di sana malam itu. Kemudian beliau berwudhu dan mendirikan shalat, maka saya berdiri di sebelah kirinya, kemudian Rasulullah memegangku dan menempatkan aku di sebelah kanannya. Beliau shalat sebanyak 13 rakaat, lalu tidur sampai mengembuskan udara dari mulutnya, dan Nabi jika tidur biasa mengembuskan udara dari mulutnya. Kemudian datang muazin, maka Nabi keluar dan melaksanakan shalat tanpa berwudhu lagi.” (HR Bukhari dan Muslim).

Ada riwayat lain yang menganjurkan suami atau istri untuk membangunkan pasangannya dan melakukan shalat malam bersama. “Barang siapa yang bangun malam dan membangunkan istrinya kemudian mereka berdua melaksanakan shalat dua rakaat secara bersama, maka mereka berdua akan digolongkan ke dalam lelaki-lelaki dan wanita-wanita yang banyak berzikir kepada Allah.” (HR Ibnu Majah, al-Nasa`i, al-Baihaqi, dan al-Hakim). 

sumber : Harian Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement