Sabtu 26 Oct 2019 12:42 WIB

UMKM Masih Bertanya Soal Sertifikasi Halal

Tahapan-tahapan baru sertifikasi belum diketahui umkm.

Rep: Zahrotul Oktavianj/ Red: Agung Sasongko
UMKM penerima KUR, ilustrasi
Foto: Tahta/Republika
UMKM penerima KUR, ilustrasi

SREPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Dalam jangka waktu lima tahun ke depan, BPJPH berfokus dalam memberikan sertifikat halal untuk produk makanan dan minuman. Prioritas ini diberlakukan karena dua kategori ini yang paling berdekatan dengan kehidupan manusia. Perihal kewajiban melakukan sertifikasi ini, ternyata masih ada beberapa penilaian berbeda dari para pelaku usaha. Termasuk dari golongan pengusaha Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UM KM).

Fitryan Dennis merupakan salah satu pengusaha masakan asal Minang di daerah Jakarta Selatan. Wanita ber usia 56 tahun ini bahkan belum mengetahui dengan jelas perihal UU JPH dan sertifikasi halal. Ia menyebut, langkahlangkah yang harus dilalui untuk mengurus sertifikasi pun belum ia pahami dengan pasti. "Setuju tidak setuju (UU JPH). Setuju karena akan memudahkan konsumen Indonesia untuk melihat mana produk yang benar-benar halal dan tidak," ujarnya kepada Republika belum lama ini.

Pemilik usaha dengan merek Mande ini menyebut, sertifikasi halal juga bisa menambah daya tarik produk indonesia di tengah produk asing. Ia setuju jika Indonesia saat ini memiliki fokus agar menjadi pusat industri halal di dunia. Meski demikian, ia merasa tidak setuju jika semua produk di Indonesia harus disertifikasi. Ia menilai, proses sertifikasi akan memakan banyak waktu, uang, dan tenaga. Terutama bagi pelaku usaha UMKM.

Di sisi lain, wanita berusia 56 tahun ini menyebut, sertifikasi belum tentu menambah daya jual di mata konsumen indonesia. Ia juga menyebut, masyarakat Indonesia yang mayoritas Islam, pasti sudah tahu mana produk yang halal dan mana yang tidak. "Kalaupun sertifikasi ini tetap berjalan, pastikan pengawasan tetap kuat. Jangan sampai proses sertifikasi halal justru memberikan keuntungan bagi sejumlah pihak yang tidak seharusnya," lanjutnya.

Pengusaha minuman kekinian, Kanji Prasetiyo sudah mengetahui perihal pemberlakuan UU JPH dari beberapa portal berita digital belum lama ini. Mes ki begitu, pengusaha berusia 23 tahun ini masih belum paham akan tahapan yang harus dilakukan jika ingin mengurus sertifikat halal.

Pras, nama panggilannya, menyebut, sertifikasi halal ini me mang membawa manfaat. Namun, manfaat yang diberikan tidak terlalu signifikan. "Mayoritas orang Indonesia meme luk agama Islam. Selama ini perilaku mereka ketika membeli barang atau minuman pada usaha UMKM jarang se kali melihat label halal pada suatu produk," ujarnya.

Ia menyebut, masyarakat Indonesia cenderung sudah terbiasa dengan perilaku tersebut dan tidak melakukan konfir masi akan produk yang akan dibeli. Masyarakat yang mayoritas Muslim membuat mereka percaya pada peng usaha yang ada. Pun, ia menyebut lokasi ia berjualan, Jember, berbeda dengan di Bali yang memang banyak non- Muslimnya.

Berdasarkan pengalaman pribadi nya, ia menyebut, belum pernah menda pat pertanyaan dari konsumen apakah produknya halal atau tidak. Ia menilai, konsumennya sudah terdidik ketika ingin membeli sesuatu dan mampu memilih apa yang ingin mereka konsumsi.

Pras juga menilai, untuk saat ini, ia be lum ada rencana untuk melakukan pro ses sertifikasi halal. Ia menyebut, bahan baku pembuatan minuman yang ia buat sudah terdapat logo halal. Selain itu, biaya yang dikeluarkan untuk mela kukan sertifikasi tidak sebanding dengan pendapatan bagi kalangan UMKM.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement