Jumat 25 Oct 2019 09:00 WIB

Imam Ath-Thabari Gemar Menuntut Ilmu

emasa hidupnya, ath-Thabari dikenal sebagai seorang yang haus akan ilmu

Ilmuwan Muslim (ilustrasi).
Foto: blogspot.com
Ilmuwan Muslim (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Semasa hidupnya, ath-Thabari dikenal sebagai seorang yang haus akan ilmu pengetahuan. Ia memang memilih membujang hingga akhir hayatnya. Karena itu, ia memiliki kesempatan yang sangat luas untuk mencari ilmu.

Ia berkeliling negeri mencari ilmu, sendirian tanpa seorang pun teman menyertainya. Wajar jika ia sanggup menguasai berbagai disiplin ilmu, seperti fikih, sejarah, hadis, bahasa, dan sastra.

Baca Juga

Mengenai kecintaannya terhadap ilmu pengetahuan, ath-Thabari berkata, Dahulu ayahku dalam tidurnya melihat Rasulullah dan diriku membawa sekeranjang batu sedang bersama beliau. Dalam tidurnya, ayahku seolah melihat aku sedang melempar batu di hadapan Rasulullah.”

Lalu, ahli tafsir mimpi berkata kepada ayahku, ‘Sesungguhnya anak ini (ath-Thabari) kelak jika dewasa akan memelihara syariatnya.’ Dari mimpi itulah akhirnya ayahku membiayaiku mencari ilmu. Padahal, waktu itu aku baru kanak-kanak yang masih kecil,” ujarnya.

Doktor Muhammad az-Zuhaili berkata, Berdasarkan berita yang dapat dipercaya, sesungguhnya semua waktu Abu Ja’far ath-Thabari telah dikhususkan untuk ilmu dan mencarinya. Dia bersusah payah menempuh perjalanan jauh untuk mencari ilmu sampai masa mudanya dihabiskan untuk berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya. Dia tidak tinggal menetap, kecuali setelah usianya mencapai antara 35-40 tahun.”

Karena kecintaannya terhadap ilmu pengetahuan, seluruh harta benda miliknya ia habiskan untuk menempuh perjalanan jauh dalam musafir menimba ilmu, menyalin dan membeli kitab. Untuk membiayai semua perjalanannya, pada awalnya ath-Thabari bertumpu pada harta milik ayahnya dan harta warisan milik ayahnya.

Tatkala sudah kenyang menjalani hidup dengan melakukan perjalanan mencari ilmu, ath-Thabari memutuskan untuk tinggal menetap di satu tempat. Beliau kemudian menghabiskan sisa usianya untuk menulis dan mengajarkan ilmu yang dimilikinya kepada orang lain.

Setiap hari ia mampu menulis sebanyak empat puluh halaman. Di antara karyanya adalah Jami al-Bayan fi Tafsir Alquran yang dikenal dengan sebutan Tafsir ath-Thabari, Tarikh al-Umam wa al-Muluk yang dikenal dengan Tarikh ath-Thabari, dan Tahdzib al-Atsar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement