Kamis 24 Oct 2019 09:19 WIB

Rasail Ikhwan Al-Shafa. Ensiklopedia Abad Pertengahan?

Al-Maqdisi adalah filsuf dengan kemampuan luar biasa.

Rep: Yusuf Asshidiq/ Red: Agung Sasongko
Ilmuwan Muslim berhasil memberikan penemuan yang sangat bermanfaat bagi kehidupan penerus saat ini.
Foto: Photobucket.com/ca
Ilmuwan Muslim berhasil memberikan penemuan yang sangat bermanfaat bagi kehidupan penerus saat ini.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di mata sejarawan dan teolog Muslim, al-Syahrastani, al Maqdisi adalah filsuf dengan kemampuan luar biasa. Posisinya dalam Ikhwan al-Safa membuktikan bahwa dialah yang menentukan doktrin  intelektualitas serta arah pemikiran kelompok ini.

Al Maqdisi menjelaskan, pengetahuan inti dari Ikhwan, bertujuan menyelamatkan jiwa dari kejahatan badan, kemudian kembali ke rumah yang sebenarnya dengan sebuah upaya pendakian spiritual. Ia menyimpulkan ada tiga tingkatan pada Ikhwan.

Baca Juga

Pertama, tingkatan guru-guru yang mengajar seni atau ilmu di dalam kota pada usia 15 tahun. Kedua, tingkatan pemimpin (ru'asa) yang memelihara dan mengatur persaudaraan dengan kasih sayang pada usia 30 tahun.

Ketiga, tingkatan raja-raja yang memiliki kekuasaan, mempertahankan pemerintahan melalui perantara kebaikan pada usia 40 tahun. Menurut al Maqdisi, tingkatan pertama adalah tingkat kekuatan rasional. Kedua, tingkat kekuasaan kekuatan. Dan ketiga, tingkatan kekuatan hukum.

Al Maqdisi melihat, hukum agama adalah obat untuk penyakit. Sedangkan filsafat merupakat obat bagi kesehatan. Karena itu, filsafat harus dijaga dan dipelihara. Menurut dia, pemeliharaan kesehatan melalui filsafat memungkinkan terciptanya kebajikan.

Kondisi itu, papar dia, dapat membawa pada kebahagiaan yang tertinggi. Ini juga memberi manfaat bagi kehidupan keilahian yang bersifat abadi. Pada bagian lain, al Maqdisi mengatakan, kebajikan yang diperoleh dari seseorang yang pulih dari sakit, terutama didasarkan pada otoritas dan pikiran. Namun, hal itu sifatnya sesaat dan temporal. Sementara kebajikan yang memelihara kesehatan didasarkan pada bukti yang memberi petunjuk. Dan itu bersifat khusus, spiritual, serta abadi.”

Dia lantas mengungkap mengapa Ikhwan al Safa menggabungkan filsafat dengan hukum agama. Filsafat, katanya, mengakui hukum agama walaupun hukum agama menolak filsafat. Hukum agama bersifat umum, sedangkan filsafat bersifat khusus.

Meski begitu, al Maqdisi percaya keduanya saling membutuhkan. Yang satu bersifat eksoteris, dan satunya lagi bersifat esoteris.”

Filsafat juga dinilai sebagai jalan menuju kesempurnaan serta kebahagiaan. Al Maqdisi mendukung agama sebagai obat untuk berbagai penyakit moral.

Buku kumpulan risalah (Rasa'il) yang turut disusun al Maqdisi, sambung Philip K Hitti dalam History of the Arabs, berpengaruh besar terhadap perkembangan bidang filsafat dan etika Arab Islam. Kitab itu disusun seperti ensiklopedi.

Tak hanya membahas filsafat, Rasa’il juga membahas berbagai disiplin ilmu lain, misalnya matematika, astronomi, geografi, hingga musik. Merangkum hampir semua pengetahuan yang seharusnya dimiliki seseorang yang berperadaban,” ujar Philip Hitti.

Abu Sulaiman al Mantiqi, filsuf dan sejarawan besar dari masa Abbasiyah, tidak meragukan kapasitas keilmuan para penyusun Rasa'il. Disebutkan pula, al Maqdisi sangat intens mengikuti diskusi ataupun perdebatan ilmiah dengan sejumlah tokoh ilmu, seperti al Jariri dan ibn Tharara di Bab al Thaq.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement