Kamis 24 Oct 2019 04:09 WIB

Berbakti kepada Orang Tua

Tunjukkan bakti terbaik kepada mereka sekalipun tak sesempurna kebaikan mereka.

Ilustrasi Berbakti Kepada Orang Tua
Foto: Mgrol120
Ilustrasi Berbakti Kepada Orang Tua

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Dikdik Dahlan Lukman

Di dalam Alquran terdapat beberapa ayat yang memerintahkan kepada manusia untuk berbakti kepada kedua orang tua. Ayat-ayat dimaksud di antaranya adalah surah al-Isra' (17) ayat 23, al-Baqarah (2) ayat 83, an- Nisa (4) ayat 36, dan al-An'am (6) ayat 151. Perintah bakti kepada orang tua umumnya terurai dalam kalimat wabil waalidayni ihsaanan.

Kata tunjuk dalam bahasa Arab umumnya diwakili dengan ilaa yang berarti kepada. Dalam ayat tentang bakti kepada orang tua, umumnya Allah menggunakan bi (lil ilshaq) yang berfaedah menunjukkan kedekatan dan kelekatan antara subjek dengan objeknya, baik menyangkut fisik maupun emosional atau hubungan batin keduanya, yang dimaksud, tentu saja adalah anak dengan orang tua.

Hubungan istimewa anak dan orang tua semakin tegas dan kentara lagi dengan penggunaan kata ihsan (ihsaanan) yang dipergunakan untuk menunjukkan kualitas kebaikan yang harus dirajut oleh anak kepada orang tuanya. Ihsan berbeda dengan sekadar makruf (baik) atau adil. Ar-Ragib Al-Asfahani mengatakan, ihsan lebih luas daripada sekadar memberi nikmat atau nafkah.

Ihsan lebih tinggi dari sekadar membalas kebaikan orang lain. Ihsan lebih tinggi daripada adil yang lazimnya dimaknai memberi sesuatu sesuai dengan hak masing-masing. Ihsan bukan sekadar balas budi. Ihsan berarti memperlakukan pihak lain lebih baik dari perlakuannya terhadap kita, memberi lebih banyak dari yang diterimanya. Jadi, dalam ihsan terdapat nilai tambah yang melampaui kadar pemenuhan kewajiban.

Hal ini mengingat kesukaran yang dialami seorang ibu ketika hamil, menyusui, merawat, dan membesarkan anakanaknya adalah kesukaran yang disertai keikhlasan sekalipun harus mengorbankan kesempatan istirahatnya agar sang anak dapat mereguk kesenangan, menumpahkan tangisnya agar si anak tersenyum puas, bahkan rela bersakit-sakit asal si anak sehat, riang, dan gembira.

Demikian juga dengan ayah, selalu ingin memberi yang terbaik untuk anaknya; ia pilihkan rezeki yang halal, ia pilihkan sekolah dan guru terbaik sekalipun ia harus membayarnya dengan tertatih-tatih. Ia dengan ketajaman berpikir dan seluruh energi yang dimilikinya tak lelah mendampingi setiap anak untuk mandiri.

Atas dasar itulah, dalam surah al-Ahqaf ayat 15, Allah mengingatkan agar seorang anak selalu menghubungkan syukurnya dengan jasa dan jerih payah kedua orang tua. Ingatlah kisah bayi Ismail dan ibunya yang bernama Hajar. Ismail yang kehausan dan kelaparan tidak henti menunjukkan usahanya dengan tangis yang nyaring dan tubuhnya yang meronta-ronta.

Ketika itu, Allah menetapkan air zamzam keluar dan me man car tak jauh dari tempatnya Ismail, seakan-akan zamzam adalah karya dan buah tangan Ismail sendiri. Padahal, dari kejauhan, ibunya tanpa sepengetahuannya tak henti berlari dan berdoa antara Shafa dan Marwah. Sangat mungkin, seorang anak menunjukkan ikhtiarnya yang optimal, tapi tanpa sepenge tahu annya pula, setiap malam kedua orang tuanya menempel kan keningnya, tersungkur di atas sajadah, deras air matanya meng alir, kerongkongannya kering, meratap, berdoa untuk kese hatan, keberhasilan, kesuksesan, dan keselamatan anak-anaknya.

Bukankah doa itu bisa mengubah takdir seseorang? Karena itu, segera tunjukkan bakti terbaik kepada mereka karena mereka tak mungkin tergantikan posisinya. Tunjukkan bakti terbaik kepada mereka sekalipun tak sesempurna kebaikan mereka. Bakti kepada keduanya adalah kebaikan level kedua, setelah beribadah dan menghambakan diri kepada Allah SWT. Segera, sebelum mereka tiada, karena penyesalan sungguh tiada guna.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement